Syaikh Nawawi Albantani
Imam Nawawi Al Bantani
Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani atau Syekh Nawawi al-Bantani (lahir di Tanara, Serang, 1230 H/1813 M - meninggal di Mekkah, Hijaz 1314 H/1897 M) adalah seorang ulama Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram. Ia bergelar al-Bantani karena berasal dari Banten, Indonesia. Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota Suci).
Syekh Nawawi lahir dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten (Sekarang di Kampung Pesisir, Desa Padaleman, Kecamatan Tanara, Serang) pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten, Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga biasa.
Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.
Pendidikan
Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya. Bersama saudara-saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir. Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.[3][4]
Di usianya yang belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak[3]. Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.
Diantara karya beliau,
a. Nashaih al-Ibad
b. Tafsir al-Munir li Ma’alim at-Tanzil
c. Maraqi al-Ubudiyah – Syarh Bidayah al-Hidayah milik al-Ghazali
d. Nur ad-Dzulam – Syarh Aqidah al-Awam (Ahmad Marzuqi)
e. Qathi’ at-Thughyan ‘ala Mandzumah Syu’ab al-Iman
f. Uqud al-Lujjain fi Bayan Huquq az-Zaujain – buku ini yang cukup dikenal di Indonesia
Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi. Makamnya terletak di Jannatul Mu'alla, Mekah. Makam dia bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû Bakar al-Siddîq.
Meski wafat di Jazirah Arab, namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air, tepatnya di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara di Tanara, Serang, asuhan K.H. Ma'ruf Amin. Haul Syekh Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara, bahkan mancanegara.
Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani atau Syekh Nawawi al-Bantani (lahir di Tanara, Serang, 1230 H/1813 M - meninggal di Mekkah, Hijaz 1314 H/1897 M) adalah seorang ulama Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram. Ia bergelar al-Bantani karena berasal dari Banten, Indonesia. Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota Suci).
Syekh Nawawi lahir dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten (Sekarang di Kampung Pesisir, Desa Padaleman, Kecamatan Tanara, Serang) pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten, Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga biasa.
Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.
Pendidikan
Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya. Bersama saudara-saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir. Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.[3][4]
Di usianya yang belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak[3]. Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.
Diantara karya beliau,
a. Nashaih al-Ibad
b. Tafsir al-Munir li Ma’alim at-Tanzil
c. Maraqi al-Ubudiyah – Syarh Bidayah al-Hidayah milik al-Ghazali
d. Nur ad-Dzulam – Syarh Aqidah al-Awam (Ahmad Marzuqi)
e. Qathi’ at-Thughyan ‘ala Mandzumah Syu’ab al-Iman
f. Uqud al-Lujjain fi Bayan Huquq az-Zaujain – buku ini yang cukup dikenal di Indonesia
Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi. Makamnya terletak di Jannatul Mu'alla, Mekah. Makam dia bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû Bakar al-Siddîq.
Meski wafat di Jazirah Arab, namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air, tepatnya di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara di Tanara, Serang, asuhan K.H. Ma'ruf Amin. Haul Syekh Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara, bahkan mancanegara.
0 comments:
Post a Comment