Pangeran Wijayakusumah
Pangeran Wijayakusumah
Pangeran Wijayakusuma memang tidak pernah bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Jakarta. Tak heran, makamnya pun yang berlokasi di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Kampung Gusti, Kelurahan Wijayakusuma, Kecamatan Grogolpetamburan, itu tetap terjaga dan dijadikan benda cagar budaya oleh Pemprov DKI.
Handoyo (60) juru kunci yang merupakan generasi ketiga penjaga makam tersebut, mengatakan Pangeran Wijayakusuma pada masanya dikenal sebagai seorang ulama yang disegani. Ia juga merupakan penasihat dan panglima perang pada masa kejayaan Pangeran Jayakarta, Wijayakrama, sekitar abad ke-17 yang berjuang melawan Belanda (VOC) di Batavia. Menurutnya, nama Wijayakusuma sendiri diambil dari bahasa Jawa, Wijaya berarti kemenangan dan Kusuma artinya kembang. Sehingga jika diartikan Wijayakusuma yaitu sebagai, Kembang Kemenangan.
“Riwayat Pangeran Wijayakusuma sampai saat ini masih samar karena belum ada keterangan yang pasti. Namun yang saya tahu Pangeran Wijayakusuma dulunya merupakan ulama yang sangat disegani, sekaligus penasehat dan panglima perang pada masa kejayaan Pangeran Jayakarta,” ungkap Handoyo, Selasa (20/3).
Sudin Kebudayaan Jakarta Barat, mencatat Pangeran Wijayakusuma adalah pangeran dari Banten yang datang pada saat Jayakarta di bawah kekuasaan, Wijayakrama, atas perintah Sultan Banten, Maulana Yusuf. Penugasan ini terkait isu, Pangeran Jayakarta, Wijayakrama telah bekerja sama dengan Belanda dalam pengelolaan tanah.“Atas perintah Sultan Banten, Maulana Yusuf, Wijayakrama ditarik kembali ke Banten,” tambah Taufik Ahmad, Kasudin Kebudayaan Jakarta Barat.
Selanjutnya, posisi Pangeran Jayakarta, Wijayakrama, digantikan oleh putranya, Pangeran Ahmad Jakerta. Namun karena usianya masih dianggap terlalu muda untuk mengatur roda pemerintahan, ia selalu didampingi Pangeran Wijayakusuma meski saat itu perselisihan antara Belanda dengan pemerintah yang dipimpin oleh Pangeran Ahmad Jakerta terus berlangsung.
Namun, mengingat usia Pangeran Wijayakusuma sudah semakin lanjut, ia tidak dapat lagi mendampingi Pangeran Ahmad Jakerta secara langsung, hingga akhirnya Pangeran Wijayakusuma memisahkan diri dan mundur ke arah barat ke daerah Jelambar hingga wafat dan dimakamkan di daerah yang sekarang dikenal sebagai makam Pangeran Wijayakusuma yang berada di Kampung Gusti, Jelambar, Jakarta Barat.
“Jadi sampai saat ini hanya sebatas data tersebut yang kami miliki. Tapi karena ketokohannya, setiap ulang tahun kota Jakarta, lokasi makam tersebut jadi tempat ziarah jajaran Pemkot Jakarta Barat,” terang Taufik.
Ia menambahkan, makam tersebut oleh Pemprov DKI Jakarta sudah tiga kali dipugar. Pertama Juni 1968, kemudian Juli 1989 dan tahun 2003 oleh mantan Walikota Jakarta Barat, Sarimun Hadisaputra yang kemudian diresmikan tanggal 21 Juni 2004.
Pangeran Wijayakusuma memang tidak pernah bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Jakarta. Tak heran, makamnya pun yang berlokasi di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Kampung Gusti, Kelurahan Wijayakusuma, Kecamatan Grogolpetamburan, itu tetap terjaga dan dijadikan benda cagar budaya oleh Pemprov DKI.
Handoyo (60) juru kunci yang merupakan generasi ketiga penjaga makam tersebut, mengatakan Pangeran Wijayakusuma pada masanya dikenal sebagai seorang ulama yang disegani. Ia juga merupakan penasihat dan panglima perang pada masa kejayaan Pangeran Jayakarta, Wijayakrama, sekitar abad ke-17 yang berjuang melawan Belanda (VOC) di Batavia. Menurutnya, nama Wijayakusuma sendiri diambil dari bahasa Jawa, Wijaya berarti kemenangan dan Kusuma artinya kembang. Sehingga jika diartikan Wijayakusuma yaitu sebagai, Kembang Kemenangan.
“Riwayat Pangeran Wijayakusuma sampai saat ini masih samar karena belum ada keterangan yang pasti. Namun yang saya tahu Pangeran Wijayakusuma dulunya merupakan ulama yang sangat disegani, sekaligus penasehat dan panglima perang pada masa kejayaan Pangeran Jayakarta,” ungkap Handoyo, Selasa (20/3).
Sudin Kebudayaan Jakarta Barat, mencatat Pangeran Wijayakusuma adalah pangeran dari Banten yang datang pada saat Jayakarta di bawah kekuasaan, Wijayakrama, atas perintah Sultan Banten, Maulana Yusuf. Penugasan ini terkait isu, Pangeran Jayakarta, Wijayakrama telah bekerja sama dengan Belanda dalam pengelolaan tanah.“Atas perintah Sultan Banten, Maulana Yusuf, Wijayakrama ditarik kembali ke Banten,” tambah Taufik Ahmad, Kasudin Kebudayaan Jakarta Barat.
Selanjutnya, posisi Pangeran Jayakarta, Wijayakrama, digantikan oleh putranya, Pangeran Ahmad Jakerta. Namun karena usianya masih dianggap terlalu muda untuk mengatur roda pemerintahan, ia selalu didampingi Pangeran Wijayakusuma meski saat itu perselisihan antara Belanda dengan pemerintah yang dipimpin oleh Pangeran Ahmad Jakerta terus berlangsung.
Namun, mengingat usia Pangeran Wijayakusuma sudah semakin lanjut, ia tidak dapat lagi mendampingi Pangeran Ahmad Jakerta secara langsung, hingga akhirnya Pangeran Wijayakusuma memisahkan diri dan mundur ke arah barat ke daerah Jelambar hingga wafat dan dimakamkan di daerah yang sekarang dikenal sebagai makam Pangeran Wijayakusuma yang berada di Kampung Gusti, Jelambar, Jakarta Barat.
“Jadi sampai saat ini hanya sebatas data tersebut yang kami miliki. Tapi karena ketokohannya, setiap ulang tahun kota Jakarta, lokasi makam tersebut jadi tempat ziarah jajaran Pemkot Jakarta Barat,” terang Taufik.
Ia menambahkan, makam tersebut oleh Pemprov DKI Jakarta sudah tiga kali dipugar. Pertama Juni 1968, kemudian Juli 1989 dan tahun 2003 oleh mantan Walikota Jakarta Barat, Sarimun Hadisaputra yang kemudian diresmikan tanggal 21 Juni 2004.
0 comments:
Post a Comment