Imam Hambali
Imam Ahmad Bin Hambal
Ahmad bin Hanbal (Arab: أحمد بن حنبل, lahir 20 Rabiul awal 164 H (27 November 780) - wafat 12 Rabiul Awal 241 H (4 Agustus 855))[1] adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. Kunyahnya Abu Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam Hambali.
Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini, ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan tentang diri Imam Ahmad, "Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal". Abdur Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru dia pernah berkata, "Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal"[2]
Keadaan fisik
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan dia tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”
Keluarga
Dia menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia memiliki anak-anak yang shalih dari istri-istinya, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
Kecerdasan
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Dia menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” dia menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena dia hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
Pujian Ulama
Abu Ja’far berkata, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya.”
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi berkata, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
Abdullah bin al-Maimuni berkata, "Tidak ada yang lebih mulia yang pernah dilihat oleh mataku, selain Imam Ahmad bin Hambal. Tidak ada seorangpun dari ahli hadits yang paling mengagungkan larangan-larangan Allah dan Sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam jika benar menurutnya, dan tidak ada seseorangpun yang lebih kuat dalam mengikutinya selain dari Ahmad."
Abu Bakar as-Sijistani berkata, "Aku pernah bertemu dengan 200 guru-guru ilmu, tidak ada satupun yang menyerupai Imam Ahmad bin Hambal. Dia betul-betul menyelami ilmu, dan jika disebutkan suatu ilmu, dia ahlinya."
Abdul Wahhab Al-Warraq berkata, "Abu Abdullah adalah pemimpin kami, dia adalah orang yang matang dalam ilmu. Jika aku berada dihadapan Allah kelak, dan aku ditanya, "Siapa orang yang kamu ikuti?" aku akan katakan, "Aku mengikuti Ahmad bin Hambal." Sungguh Imam Ahmad bin Hambal telah teruji keilmuannya selama 10 tahun tentang Islam."
Kezuhudannya
Dia memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang dia keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga dia pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
Wara’ dan menjaga harga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk dia, namun dia menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun dia tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun dia juga tidak mau menerimanya.
Tawadhu’ dengan kebaikannya
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Dia (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.
Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, dia perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), dia bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”.
Dia pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” dia mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
Sabar dalam menuntut ilmu
Tatkala dia pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzaq”.
Hati-hati dalam berfatwa
Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada dia, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Dia menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits?” dia menjawab. “Saya harap demikian”.
Kelurusan aqidahnya sebagai standar kebenaran
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela dia maka dia adalah orang fasik”.
Masa Fitnah
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah dia wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Pada masa Khalifah Al Ma’mun, orang-orang Jahmiyyah berhasil menjadikan paham Jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun dia menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”. HR. Bukhari 12/281. lalu dia menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan dia dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, dia masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.
Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan dia lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, dia dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ dia menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan dia setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!
Guru
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
Ismail bin Ja’far
Abbad bin Abbad Al-Ataky
Umari bin Abdillah bin Khalid
Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
Imam Syafi'i
Waki’ bin Jarrah
Ismail bin Ulayyah
Sufyan bin ‘Uyainah
Abdurrazaq
Ibrahim bin Ma’qil
Murid-murid Ahmad bin Hanbal
Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
Keponakannya, Hambal bin Ishaq
Akhir Hayat
Imam Ahmad bin Hambal mulai sakit pada malam Rabu, dua hari dari bulan Rabi'ul Awwal tahun 241 Hijriyyah, ia sakit selama sembilan hari. Tatkala penyakitnya mulai parah dan warga sekitar mulai mengetahuinya, maka mereka menjenguknya siang dan malam.
Penyakitnya kian hari kian parah, pada hari Kamis dan sebelum wafat ia memberikan isyarat pada keluarganya agar ia diwudhukan, kemudian mereka pun mewudhukannya. Ketika berwudhu, Imam Ahmad sambil berzikir dan memberikan isyarat kepada mereka agar menyela-nyela jarinya. Dia menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun di kota Baghdad. Ia dimakamkan di pemakaman al-Harb, jenazah dia dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
Karya tulis
Ahmad bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan dia dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits.
Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan Kitab as-Sunnah.
Karya-Karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab memuat lebih dari 27000 hadits.
Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini telah hilang”.
Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
Kitab at-Tarikh
Kitab Hadits Syu'bah
Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an
Kitab Jawabah al-Qur`an
Kitab al-Manasik al-Kabir
Kitab al-Manasik as-Saghir
Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
Kitab al-'Ilal
Kitab al-Manasik
Kitab az-Zuhd
Kitab al-Iman
Kitab al-Masa'il
Kitab al-Asyribah اﻞ
Kitab al-Fadha'il
Kitab Tha'ah ar-Rasul
Kitab al-Fara'idh
Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
Ahmad bin Hanbal (Arab: أحمد بن حنبل, lahir 20 Rabiul awal 164 H (27 November 780) - wafat 12 Rabiul Awal 241 H (4 Agustus 855))[1] adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. Kunyahnya Abu Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam Hambali.
Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini, ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan tentang diri Imam Ahmad, "Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal". Abdur Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru dia pernah berkata, "Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal"[2]
Keadaan fisik
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan dia tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”
Keluarga
Dia menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia memiliki anak-anak yang shalih dari istri-istinya, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
Kecerdasan
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Dia menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” dia menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena dia hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
Pujian Ulama
Abu Ja’far berkata, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya.”
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi berkata, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
Abdullah bin al-Maimuni berkata, "Tidak ada yang lebih mulia yang pernah dilihat oleh mataku, selain Imam Ahmad bin Hambal. Tidak ada seorangpun dari ahli hadits yang paling mengagungkan larangan-larangan Allah dan Sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam jika benar menurutnya, dan tidak ada seseorangpun yang lebih kuat dalam mengikutinya selain dari Ahmad."
Abu Bakar as-Sijistani berkata, "Aku pernah bertemu dengan 200 guru-guru ilmu, tidak ada satupun yang menyerupai Imam Ahmad bin Hambal. Dia betul-betul menyelami ilmu, dan jika disebutkan suatu ilmu, dia ahlinya."
Abdul Wahhab Al-Warraq berkata, "Abu Abdullah adalah pemimpin kami, dia adalah orang yang matang dalam ilmu. Jika aku berada dihadapan Allah kelak, dan aku ditanya, "Siapa orang yang kamu ikuti?" aku akan katakan, "Aku mengikuti Ahmad bin Hambal." Sungguh Imam Ahmad bin Hambal telah teruji keilmuannya selama 10 tahun tentang Islam."
Kezuhudannya
Dia memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang dia keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga dia pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
Wara’ dan menjaga harga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk dia, namun dia menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun dia tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun dia juga tidak mau menerimanya.
Tawadhu’ dengan kebaikannya
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Dia (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.
Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, dia perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), dia bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”.
Dia pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” dia mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
Sabar dalam menuntut ilmu
Tatkala dia pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzaq”.
Hati-hati dalam berfatwa
Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada dia, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Dia menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits?” dia menjawab. “Saya harap demikian”.
Kelurusan aqidahnya sebagai standar kebenaran
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, “Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”. Sufyan bin Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela dia maka dia adalah orang fasik”.
Masa Fitnah
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah dia wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Pada masa Khalifah Al Ma’mun, orang-orang Jahmiyyah berhasil menjadikan paham Jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun dia menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”. HR. Bukhari 12/281. lalu dia menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan dia dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, dia masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.
Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan dia lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, dia dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ dia menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan dia setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!
Guru
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
Ismail bin Ja’far
Abbad bin Abbad Al-Ataky
Umari bin Abdillah bin Khalid
Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
Imam Syafi'i
Waki’ bin Jarrah
Ismail bin Ulayyah
Sufyan bin ‘Uyainah
Abdurrazaq
Ibrahim bin Ma’qil
Murid-murid Ahmad bin Hanbal
Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
Keponakannya, Hambal bin Ishaq
Akhir Hayat
Imam Ahmad bin Hambal mulai sakit pada malam Rabu, dua hari dari bulan Rabi'ul Awwal tahun 241 Hijriyyah, ia sakit selama sembilan hari. Tatkala penyakitnya mulai parah dan warga sekitar mulai mengetahuinya, maka mereka menjenguknya siang dan malam.
Penyakitnya kian hari kian parah, pada hari Kamis dan sebelum wafat ia memberikan isyarat pada keluarganya agar ia diwudhukan, kemudian mereka pun mewudhukannya. Ketika berwudhu, Imam Ahmad sambil berzikir dan memberikan isyarat kepada mereka agar menyela-nyela jarinya. Dia menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun di kota Baghdad. Ia dimakamkan di pemakaman al-Harb, jenazah dia dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
Karya tulis
Ahmad bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan dia dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits.
Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan Kitab as-Sunnah.
Karya-Karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab memuat lebih dari 27000 hadits.
Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini telah hilang”.
Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
Kitab at-Tarikh
Kitab Hadits Syu'bah
Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an
Kitab Jawabah al-Qur`an
Kitab al-Manasik al-Kabir
Kitab al-Manasik as-Saghir
Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
Kitab al-'Ilal
Kitab al-Manasik
Kitab az-Zuhd
Kitab al-Iman
Kitab al-Masa'il
Kitab al-Asyribah اﻞ
Kitab al-Fadha'il
Kitab Tha'ah ar-Rasul
Kitab al-Fara'idh
Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
0 comments:
Post a Comment