Khubaib Bin Adi
Khubaib Bin Adi [Pencetus Sholat Sebelum Eksekusi]
Pada bulan Shafar tahun ke 4 H datang kepada Rasulullah rombongan dari ‘Addhal dan Qorroh lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tertarik dengan Islam maka utuslah bersama kami beberapa orang dari sahabatmu yang memahamkan kami terhadap agama Islam membacakan kepada kami Al-Qur’an dan mengajarkan kami syariat-syariat Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengutus bersama mereka 6 atau 10 orang diantaranya Murtsid bin Abu Murtsid, Khubaib bin Adi, Zaid bin Datsnah, Abdullah bin Thoriq dan Kholid bin Bakir radiyallahu ‘anhum.
Maka mereka berangkat bersama kaum itu hingga sampai disebuah tempat bernama Roji’ –mata air milik Hudzail- yang terletak di Hijaz, merekapun berkhianat. Lalu para sahabat meminta pertolongan kepada kaum Hudzail namun mereka tidak menghiraukan sedang mereka berada diatas kendaraan meraka, kecuali beberapa orang membawa pedang yang telah mereka sarungkan. Maka para sahabat mengambil pedang-pedang tersebut untuk melawan kaum itu. Lalu mereka berkata, “Demi Allah kami tidak akan membunuh kalian akan tetapi kami ingin mendapatkan sesuatu dari orang-orang Mekah dengan ditukar dengan kalian kami berikan perjanjian untuk tidak kami bunuh”.
Adapun Murtsid Kholid bin Bakir dan ‘Ashim bin Tsabit mereka berkata: “Demi Allah kami tidak akan menerima perjanjian dari orang musyrik selama-lamanya”. Kemudian ‘Ashim dan kedua temannya melawan mereka sampai mereka sendiri terbunuh. Ketika ‘Ashim terbunuh Hudzail hendak mengambil kepalanya untuk dijual kepada Salafah binti Sa’d. Dia pernah bernadzar ketika kedua putranya terbunuh di perang Uhud, jika ia bisa mendapatkan kepala ‘Ashim dia akan minum khamr dengan tengkorak kepalanya. Namun niat Hudzail tersebut terhalng oleh lalat-lalat penyengat yang melindungi ‘Ashim dari mereka. Maka salah seorang dari mereka berkata, “tinggalkan ia sampai nanti sore pasti sudah hilang lalat-lalat itu hingga kita bisa membawanya. Lalu Allah mengirimkan aliran air dilembah itu membawa jasad ‘Ashim.
Adapun Khubaib, IIbnu Datsnah dan ‘Abdullah bin Thoriq mereka berhasil ditawan, lalu mereka dibawa ke Mekkah untuk dijual hingga ketika mereka sampai di Dzhohron, ‘Abdullah bin Toriq berhasil melepaskan tangannya dari ikatan kemudian mengambil pedangnya dan merekapun mundur lalu melemparinya dengan batu hingga ia terbunuh.
Sedangkan Khubaib bin Adi dan Zaid bin Datsnah mereka berhasil dibawa masuk Mekkah dan menukarnya dengan dua tawanan Quraisy dari Hudzail. Adapun Zaid dijual kepada Shofwan bin Umayyah untuk dibunuh sebagai balasan atas kematian ayahnya. Maka dia mengirimkannya bersama seorang budak bernama Nasthos ke Tan’im dan mengeluarkannya dari tanah Harom untuk dibunuh. Hingga berkumpulah orang-orang Quroisy termasuk didalamnya Abu Sufyan bin Harb. Maka dia berkata kepada Zaid, “Sukakah kamu jika Muhammad sekarang menggantikan posisimu untuk kami bunuh sedang kamu bersama keluargamu dirumah?” dia menjawab, “Demi Allah aku tak rela jika Muhammad sekarang ditempatnya dimana dia ada sekarang, tertusuk duri sedangkan aku dirumah duduk bersama keluargaku!” maka berkata Abu Sufyan, “Aku belum pernah melihat seorang mencintai orang lain melebihi kecintaan para sahabat Muhammad kepada Muhammad”.
Keajaiban Khubaib Saat Ditawan
Bercerita Maawiyah (budak perempuanHujair bin Abi Ihab) ,“dahulu Khubaib dipenjara di rumahku, Suatu hari aku pernah mengintipnya sedang ditangannya ada satu tandan dari buah anggur yang ia makan darinya dan ketika itu saya tidak mengetahui ada anggur dimuka bumi untuk dimakan (mungkin karena sedang tidak ada anggur di Mekkah). Dia berkata kepadaku ketika telah tiba waktu eksekusinya,“tolong beri aku pisau (untuk cukur) agar aku bisa bersih-bersih diri sebelum eksekusi.” Perempuan itu berkata, “maka aku berikan kepada anakku (masih kecil) pisau dan ku berkata padanya, “masuklah kamu dan berikan pisau ini kepada laki-laki itu”. Lalu wanita itu melanjutkan kisahnya, “demi Allah dia benar-benar bersama anak itu didalam penjaranya . Aku (Hujair bin abi Harb) bertanya padanya, “apa yang kau perbuat?” wanita itu menjawab, “sungguh demi Allah orang itu telah pantas membunuh anak itu sebagai ganti atas dirinya (yang akan segera dibunuh), yaitu nyawa dengan nyawa”. Namun tatkala dia menerima pisaunya itu dari tangannya dia berkata, “Demi Allah ibumu tak perlu takut kalau aku berkhianat ketika ibumu mengutusmu dengan pisau ini kepadaku”.
Ketegaran Hubaib Menanti Eksekusi
Kemudian mereka keluar membawa Khubaib sampai ke Tan’im untuk menyalibnya, lalu Khubaib berkata, “jika kalian tidak keberatan saya ingin shalat dua rokaat dulu”. Mereka berkata: “silahkan lakukan”. Maka dia sholat dua rakaat dan menyempurnakan shalatnya tersebut kemudian dia menemui mereka dan berkata, “sungguh kalaulah bukan karena aku takut kalian akan menyangkaku memanjangkan sholat karena takut mati, maka aku akan perbanyak lagi sholat”. Inilah Khubaib yang pertama kali mencontohkan dua raka’at sholat sebelum eksekusi mati.
Kemudian mereka mengangkatnya ke tiang penyalib dan tatkala telah sempurna penyaliban dia berkata,
“Ya Allah sungguh kami telah sampaikan risalah RasulMu maka sampaikanlah kepadanya apa yang mereka perbuat kepadaku.”
Kemudia dia berkata lagi,
“Ya Allah ingatlah mereka semua, bunuhlah mereka semua dan jangan Kau sisakan seorangpun dari mereka semua”.
Lalu melantunkan sebuah sya’ir,
Sungguh aku tak peduli selama aku muslim
Di sisi tempat manapun untuk Allah matiku
Itu semua untuk Allah dan jika Dia menghendaki
Dia memberkahi setiap potongan tubuhku yang tercerai berai
Kemudian ‘Uqbah bin Harits menghampirinya dan membunuhnya. (Habibi)
Penyaliban Pertama Bangsa Arab
Mungkin inilah peristiwa pertama dalam sejarah bangsa Arab, di mana mereka menyalib seorang lelaki, kemudian membunuhnya di atas salib. Mereka telah menyiapkan beberapa batang pohon kurma untuk membuat sebuah salib besar, lalu menyandarkan dan mengikat kuat Khubaib di atasnya. Orang-orang musyrik itu benar-benar dalam kebuasan yang nyata, para pemanah melepaskan anak panah mereka. Kekejaman yang di luar batas ini sengaja dilakukan secara perlahan-lahan terhadap pahlawan yang disalin itu. Tetapi, Khubaib tidak memejamkan matanya, dan wajahnya senantiasa memancarkan ketenangan yang menakjubkan. Tubuhnya kini dipenuhi oleh tancapan anak panah dan sobekan pedang.
Saat itulah salah seorang pemimpin Quraish mendekatinya sambil berkata, “Apakah engkau merasa senang bila Muhammad menggantikanmu, sedangkan engkau dalam keadaan segar bugar bersama keluargamu?”
Mendengar itu, hati Khubaib bergejolak dan bagai badai ia berteriak kepada para pembunuhnya, “Demi Allah, aku tidak akan pernah rela tinggal bersama anak dan istriku dan menikmati kesenangan dunia, sedangkan Rasulullah menderita walau hanya tertusuk duri!”
Kata-kata agung itu rupanya juga diucapkan oleh teman seperjuangannya, Zaid bin Ad-Datsinnah saat mereka hendak membunuhnya. Kata-kata memesona yang telah diucapkan oleh Zaid kemarin, dan sekarang diulangi oleh Khubaib itu, telah menyebabkan Abu Sufyan, yang waktu itu belum masuk Islam, menepuk kedua tangannya sambil mengatakan, “Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pun mencintai orang lain seperti shahabat-shahabat Muhammad mencintai Muhammad.”
Kata-kata Khubaib ini bagaikan aba-aba yang memberikan izin bagi setiap anak panah dan mata pedang untuk mencapai sasarannya di tubuh pahlawan ini, yang menyakitinya dengan segala kekejaman dan kebuasan. Di dekat tempat kejadian itu, burung-burung bangkai dan burung-burung buas lainnya beterbangan, seolah-olah menunggu selesainya prosesi pembunuhan itu dan pada algojonya meninggalkan tempat itu, lalu mereka mendekat dan mengerubungi tubuh yang sudah menjadi mayat itu sebagai santapan istimewa.
Tiba-tiba burung-burung tersebut berbunyi bersahut-sahutan seolah-olah saling memanggil, lalu mereka berkumpul dan saling mendekatkan paruhnya seakan-akan sedang berbisik dan saling bertukar kata. Tiba-tiba mereka beterbangan dan membelah angkasa, dan pergi menjauh. Dengan perasaan dan naluri, burung-burung itu seolah-olah mencium bau harum dari seorang lelaki saleh dan selalu mendekatkan diri kepada Allah keluar dari tubuh yang tersalib itu, sehingga mereka segan untuk menghampiri dan menyakitinya. Burung-burung itu akhirnya terbang melintasi angkasa dan menahan diri dari kerakusannya.
Orang-orang musyrik kembali ke sarang kedengkian di Mekkah, setelah melakukan tindakan melampaui batas dan permusuhan. Dan kini tinggallah tubuh yang syahid itu dijaga oleh sejumlah orang Quraish yang bersenjata tombak dan pedang.
Pada waktu orang-orang Quraish meletakkan Khubaib di atas pohon kurma yang mereka jadikan sebagai kayu salib tempat mereka mengikatnya, Khubaib telah menghadapkan mukanya ke langit sambil berdoa kepada Allah Yang Maha Agung, “Ya Allah, kami telah menyampaikan risalah dari Rasul-Mu, karena itu esok hari sampaikanlah kepada beliau tindakan orang-orang itu terhadap kami.”
Allah mengabulkan doanya. Ketika Rasulullah sedang berada di Madinah, tiba-tiba beliau diliputi rasa penasaran yang kuat bahwa para shahabat beliau dalam musibah, dan terbayang oleh beliau tubuh salah seorang dari mereka sedang tergantung. Karena itu beliau segera memanggil Miqdad bin Amr dan Az-Zubair bin Al-Awwam agar mereka berdua cepat-cepat menunggang kuda mereka dan memacunya dengan kencang untuk mengetahui apa yang telah terjadi.
Dengan petunjuk Allah mereka sampai ke tempat yang dimaksud. Mereka menurunkan jasad shahabat mereka, Khubaib bin Adi, sementara tempat suci di bumi telah menunggunya untuk memeluk dan menutupinya dengan debu-debunya yang lembut. Hingga kini, tidak ada seorang pun yang mengetahui di mana makam Khubaib. Mungkin itu lebih pantas dan utama untuknya, sehingga ia senantiasa menjadi kenangan dalam hati nurani kehidupan, sebagai seorang pahlawan yang gugur syahid di atas kayu salib.
Pada bulan Shafar tahun ke 4 H datang kepada Rasulullah rombongan dari ‘Addhal dan Qorroh lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tertarik dengan Islam maka utuslah bersama kami beberapa orang dari sahabatmu yang memahamkan kami terhadap agama Islam membacakan kepada kami Al-Qur’an dan mengajarkan kami syariat-syariat Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengutus bersama mereka 6 atau 10 orang diantaranya Murtsid bin Abu Murtsid, Khubaib bin Adi, Zaid bin Datsnah, Abdullah bin Thoriq dan Kholid bin Bakir radiyallahu ‘anhum.
Maka mereka berangkat bersama kaum itu hingga sampai disebuah tempat bernama Roji’ –mata air milik Hudzail- yang terletak di Hijaz, merekapun berkhianat. Lalu para sahabat meminta pertolongan kepada kaum Hudzail namun mereka tidak menghiraukan sedang mereka berada diatas kendaraan meraka, kecuali beberapa orang membawa pedang yang telah mereka sarungkan. Maka para sahabat mengambil pedang-pedang tersebut untuk melawan kaum itu. Lalu mereka berkata, “Demi Allah kami tidak akan membunuh kalian akan tetapi kami ingin mendapatkan sesuatu dari orang-orang Mekah dengan ditukar dengan kalian kami berikan perjanjian untuk tidak kami bunuh”.
Adapun Murtsid Kholid bin Bakir dan ‘Ashim bin Tsabit mereka berkata: “Demi Allah kami tidak akan menerima perjanjian dari orang musyrik selama-lamanya”. Kemudian ‘Ashim dan kedua temannya melawan mereka sampai mereka sendiri terbunuh. Ketika ‘Ashim terbunuh Hudzail hendak mengambil kepalanya untuk dijual kepada Salafah binti Sa’d. Dia pernah bernadzar ketika kedua putranya terbunuh di perang Uhud, jika ia bisa mendapatkan kepala ‘Ashim dia akan minum khamr dengan tengkorak kepalanya. Namun niat Hudzail tersebut terhalng oleh lalat-lalat penyengat yang melindungi ‘Ashim dari mereka. Maka salah seorang dari mereka berkata, “tinggalkan ia sampai nanti sore pasti sudah hilang lalat-lalat itu hingga kita bisa membawanya. Lalu Allah mengirimkan aliran air dilembah itu membawa jasad ‘Ashim.
Adapun Khubaib, IIbnu Datsnah dan ‘Abdullah bin Thoriq mereka berhasil ditawan, lalu mereka dibawa ke Mekkah untuk dijual hingga ketika mereka sampai di Dzhohron, ‘Abdullah bin Toriq berhasil melepaskan tangannya dari ikatan kemudian mengambil pedangnya dan merekapun mundur lalu melemparinya dengan batu hingga ia terbunuh.
Sedangkan Khubaib bin Adi dan Zaid bin Datsnah mereka berhasil dibawa masuk Mekkah dan menukarnya dengan dua tawanan Quraisy dari Hudzail. Adapun Zaid dijual kepada Shofwan bin Umayyah untuk dibunuh sebagai balasan atas kematian ayahnya. Maka dia mengirimkannya bersama seorang budak bernama Nasthos ke Tan’im dan mengeluarkannya dari tanah Harom untuk dibunuh. Hingga berkumpulah orang-orang Quroisy termasuk didalamnya Abu Sufyan bin Harb. Maka dia berkata kepada Zaid, “Sukakah kamu jika Muhammad sekarang menggantikan posisimu untuk kami bunuh sedang kamu bersama keluargamu dirumah?” dia menjawab, “Demi Allah aku tak rela jika Muhammad sekarang ditempatnya dimana dia ada sekarang, tertusuk duri sedangkan aku dirumah duduk bersama keluargaku!” maka berkata Abu Sufyan, “Aku belum pernah melihat seorang mencintai orang lain melebihi kecintaan para sahabat Muhammad kepada Muhammad”.
Keajaiban Khubaib Saat Ditawan
Bercerita Maawiyah (budak perempuanHujair bin Abi Ihab) ,“dahulu Khubaib dipenjara di rumahku, Suatu hari aku pernah mengintipnya sedang ditangannya ada satu tandan dari buah anggur yang ia makan darinya dan ketika itu saya tidak mengetahui ada anggur dimuka bumi untuk dimakan (mungkin karena sedang tidak ada anggur di Mekkah). Dia berkata kepadaku ketika telah tiba waktu eksekusinya,“tolong beri aku pisau (untuk cukur) agar aku bisa bersih-bersih diri sebelum eksekusi.” Perempuan itu berkata, “maka aku berikan kepada anakku (masih kecil) pisau dan ku berkata padanya, “masuklah kamu dan berikan pisau ini kepada laki-laki itu”. Lalu wanita itu melanjutkan kisahnya, “demi Allah dia benar-benar bersama anak itu didalam penjaranya . Aku (Hujair bin abi Harb) bertanya padanya, “apa yang kau perbuat?” wanita itu menjawab, “sungguh demi Allah orang itu telah pantas membunuh anak itu sebagai ganti atas dirinya (yang akan segera dibunuh), yaitu nyawa dengan nyawa”. Namun tatkala dia menerima pisaunya itu dari tangannya dia berkata, “Demi Allah ibumu tak perlu takut kalau aku berkhianat ketika ibumu mengutusmu dengan pisau ini kepadaku”.
Ketegaran Hubaib Menanti Eksekusi
Kemudian mereka keluar membawa Khubaib sampai ke Tan’im untuk menyalibnya, lalu Khubaib berkata, “jika kalian tidak keberatan saya ingin shalat dua rokaat dulu”. Mereka berkata: “silahkan lakukan”. Maka dia sholat dua rakaat dan menyempurnakan shalatnya tersebut kemudian dia menemui mereka dan berkata, “sungguh kalaulah bukan karena aku takut kalian akan menyangkaku memanjangkan sholat karena takut mati, maka aku akan perbanyak lagi sholat”. Inilah Khubaib yang pertama kali mencontohkan dua raka’at sholat sebelum eksekusi mati.
Kemudian mereka mengangkatnya ke tiang penyalib dan tatkala telah sempurna penyaliban dia berkata,
“Ya Allah sungguh kami telah sampaikan risalah RasulMu maka sampaikanlah kepadanya apa yang mereka perbuat kepadaku.”
Kemudia dia berkata lagi,
“Ya Allah ingatlah mereka semua, bunuhlah mereka semua dan jangan Kau sisakan seorangpun dari mereka semua”.
Lalu melantunkan sebuah sya’ir,
Sungguh aku tak peduli selama aku muslim
Di sisi tempat manapun untuk Allah matiku
Itu semua untuk Allah dan jika Dia menghendaki
Dia memberkahi setiap potongan tubuhku yang tercerai berai
Kemudian ‘Uqbah bin Harits menghampirinya dan membunuhnya. (Habibi)
Penyaliban Pertama Bangsa Arab
Mungkin inilah peristiwa pertama dalam sejarah bangsa Arab, di mana mereka menyalib seorang lelaki, kemudian membunuhnya di atas salib. Mereka telah menyiapkan beberapa batang pohon kurma untuk membuat sebuah salib besar, lalu menyandarkan dan mengikat kuat Khubaib di atasnya. Orang-orang musyrik itu benar-benar dalam kebuasan yang nyata, para pemanah melepaskan anak panah mereka. Kekejaman yang di luar batas ini sengaja dilakukan secara perlahan-lahan terhadap pahlawan yang disalin itu. Tetapi, Khubaib tidak memejamkan matanya, dan wajahnya senantiasa memancarkan ketenangan yang menakjubkan. Tubuhnya kini dipenuhi oleh tancapan anak panah dan sobekan pedang.
Saat itulah salah seorang pemimpin Quraish mendekatinya sambil berkata, “Apakah engkau merasa senang bila Muhammad menggantikanmu, sedangkan engkau dalam keadaan segar bugar bersama keluargamu?”
Mendengar itu, hati Khubaib bergejolak dan bagai badai ia berteriak kepada para pembunuhnya, “Demi Allah, aku tidak akan pernah rela tinggal bersama anak dan istriku dan menikmati kesenangan dunia, sedangkan Rasulullah menderita walau hanya tertusuk duri!”
Kata-kata agung itu rupanya juga diucapkan oleh teman seperjuangannya, Zaid bin Ad-Datsinnah saat mereka hendak membunuhnya. Kata-kata memesona yang telah diucapkan oleh Zaid kemarin, dan sekarang diulangi oleh Khubaib itu, telah menyebabkan Abu Sufyan, yang waktu itu belum masuk Islam, menepuk kedua tangannya sambil mengatakan, “Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pun mencintai orang lain seperti shahabat-shahabat Muhammad mencintai Muhammad.”
Kata-kata Khubaib ini bagaikan aba-aba yang memberikan izin bagi setiap anak panah dan mata pedang untuk mencapai sasarannya di tubuh pahlawan ini, yang menyakitinya dengan segala kekejaman dan kebuasan. Di dekat tempat kejadian itu, burung-burung bangkai dan burung-burung buas lainnya beterbangan, seolah-olah menunggu selesainya prosesi pembunuhan itu dan pada algojonya meninggalkan tempat itu, lalu mereka mendekat dan mengerubungi tubuh yang sudah menjadi mayat itu sebagai santapan istimewa.
Tiba-tiba burung-burung tersebut berbunyi bersahut-sahutan seolah-olah saling memanggil, lalu mereka berkumpul dan saling mendekatkan paruhnya seakan-akan sedang berbisik dan saling bertukar kata. Tiba-tiba mereka beterbangan dan membelah angkasa, dan pergi menjauh. Dengan perasaan dan naluri, burung-burung itu seolah-olah mencium bau harum dari seorang lelaki saleh dan selalu mendekatkan diri kepada Allah keluar dari tubuh yang tersalib itu, sehingga mereka segan untuk menghampiri dan menyakitinya. Burung-burung itu akhirnya terbang melintasi angkasa dan menahan diri dari kerakusannya.
Orang-orang musyrik kembali ke sarang kedengkian di Mekkah, setelah melakukan tindakan melampaui batas dan permusuhan. Dan kini tinggallah tubuh yang syahid itu dijaga oleh sejumlah orang Quraish yang bersenjata tombak dan pedang.
Pada waktu orang-orang Quraish meletakkan Khubaib di atas pohon kurma yang mereka jadikan sebagai kayu salib tempat mereka mengikatnya, Khubaib telah menghadapkan mukanya ke langit sambil berdoa kepada Allah Yang Maha Agung, “Ya Allah, kami telah menyampaikan risalah dari Rasul-Mu, karena itu esok hari sampaikanlah kepada beliau tindakan orang-orang itu terhadap kami.”
Allah mengabulkan doanya. Ketika Rasulullah sedang berada di Madinah, tiba-tiba beliau diliputi rasa penasaran yang kuat bahwa para shahabat beliau dalam musibah, dan terbayang oleh beliau tubuh salah seorang dari mereka sedang tergantung. Karena itu beliau segera memanggil Miqdad bin Amr dan Az-Zubair bin Al-Awwam agar mereka berdua cepat-cepat menunggang kuda mereka dan memacunya dengan kencang untuk mengetahui apa yang telah terjadi.
Dengan petunjuk Allah mereka sampai ke tempat yang dimaksud. Mereka menurunkan jasad shahabat mereka, Khubaib bin Adi, sementara tempat suci di bumi telah menunggunya untuk memeluk dan menutupinya dengan debu-debunya yang lembut. Hingga kini, tidak ada seorang pun yang mengetahui di mana makam Khubaib. Mungkin itu lebih pantas dan utama untuknya, sehingga ia senantiasa menjadi kenangan dalam hati nurani kehidupan, sebagai seorang pahlawan yang gugur syahid di atas kayu salib.
0 comments:
Post a Comment