Hindun Binti Utbah
Hindun Binti Utbah [Wanita Pemakan Jantung Hamzah]
Hindun binti ‘Utbah adaalah istri dari Abu Sufyan bin Harb, seorang pria yang sangat berpengaruh di Mekkah. Dia ibu dari Muawiyah I, pendiri dinasti Umayyah dan Ramlah binti Abu Sufyan adalah salah satu dari istri Muhammad S.A.W. Abu Sufyan dan Hindun awalnya sangat menentang penyebaran agama Islam.
Statusnya sebagai sahabat nabi dipertanyakan karena aksinya yang sebelum memeluk Islam, telah memakan hati dari Hamzah paman Muhammad S.A.W sewaktu Perang Uhud. Ia diperkirakan hidup pada akhir abad ke-6 dan awal ke-7.
Hindun Ra memiliki sifat-sifat yang jarang dimiliki kaum wanita pada umumyna. Ia fasih, berani, percaya diri, tegas, punya pandangan yang tepat, di samping ia juga pujangga cerdik dan punya jiwa ksatria nan tinggi.
Adz-Dzahabi menuturkan,”Hindun terbilang salah satu wanita Quraisy paling cantik dan berakal.”
Pada mulanya, ia menikah dengan seorang laki-laki bernama Fakih bin Mughirah Al-Makhzumi, salah seorang pemuda Quraisy. Hindun terbebani oleh pandangan suaminya yang tidak baik sehingga memicu perceraian dengan setelah melahirkan Aban.
Setelah itu ia menikah dengan Abu sufyan bin Harb, lalu melahirkan Mu’awiyah dan Utbah.
Ia hidup bersama Abu sufyan setelah mentari Islam terbit di bumi Jazirah. Namun, saat itu ia belum menerima cahaya mentari ini dan menolak Islam bersama sang suami. Bahkan, ia pun merancang berbagai tipu daya bersama sang suami untuk meruntuhkan agama ini hingga ke akar-akarnya. Permusuhan ini tetap tertanam dalam diri Hindun, hingga ia tampakkan secara terang-terangan dalam perang Badar.
Kehilangan orang-orang tercinta dalam perang badar
Saat perang Badar, kaum musyrikin berangkat meninggalkan Mekah di bawah komando sejumlah lelaki terbaik Quraisy untuk menyelamatkan perdagangan mereka dan menghabisi kaum muslimin.
Hindun mengamati peperangan dengan cermat, karena orang-orang tercintanya terlibat di sana. Ayah, paman, suami dan saudaranya ikut bergabung dalam barisan kaum musyrikin.
Peperangan yang menentukan pun dimulai. Kedua kubu bertemu. Pertolongan dari sisi Allah dan para malaikat turun di medan perang untuk ikut berperang bersama kaum muslimin.
Tanda-tanda kegagalan dan kekacauan mulai nampak di barisan pasukan musyrikin. Mereka mulai kewalahan menghadapi serangan dahsyat kaum muslimin. Di babak akhir peperangan, pasukan musyrikin mulai berlarian menarik diri. Pasukan muslimin mengejar mereka, menawan dan membunuh mereka, hingga kekalahan mereka lengkap sudah.
Peperangan berakhir dengan terbunuhnya 70 orang-orang musyrik , dan 70 lainnya ditawan.
Dalam peperangan ini, Utbah, Syaibah, dan Walid bin Utbah terbunuh. Peperangan ini membuat Hindun harus kehilangan ayah, paman dari jalur ayah dan paman dari jalur ibu. Paman dan ayahnya dibunuh Hamzah, paman Nabi Saw. Hamzah membunuh paman Hindun dengan bantuan Ali bin Abi Thalib. Hindun siang dan malam terus memikirkan cara menuntut balas terhadap Hamzah. Dendam, amarah dan kebencian semakin berkobar dalam dirinya, ia harus segera membalas dendam terhadap Rasulullah dan kaum muslimin.
Perang Uhud, Pelampiasan Dendam
Ada sejumlah wanita Quraisy yang ikut bergabung dalam pasukan. Perang kali ini dimpimpin Hindun binti Uqbah, istri Abu Sufyan. Mereka tiada hentinya mengelilingi barisan, menabuh rebana, membangkitkan semangat, mengobarkan tekad perang, dan menggerakkan perasaan untuk bertempur. Menggerakkan emosi-emosi para prajurit yang lihai dalam menikam, menebas, dan memanah.
Terkadang mereka berseru pada orang-orang yang membawa panji perang:
Wahai Bani Abdid Dar
Para pelindung barisan belakang
Tebaskan senjata-senjata kalian
Kadang pula, mereka menyulut semangat kaumnya untuk terus berperang dengan menyerukan :
Jika kalian maju, kami akan peluk kalian
Kami akan hamparkan kasur yang empuk
Dan jika kalian mundur, kami akan berpisah
Perpisahan tanpa cinta kasih
Berbeda dengan para shahabat Rasulullah Saw. Mereka tiada henti menyebut dan mengingat Allah Swt, memohon kemenangan, atau mati syahid kepada-Nya.
Api peperangan berkobar menjilat-jilat dan peperangan di antara kedua kubu kian sengit. Saat pertempuran sengit terjadi di sekitar panji perang, pertempuran pahit juga terjadi di sejumlah titik medan perang lainnya. Semangat iman menyebar di seluruh barisan kaum muslimin. Pasukan muslimin merangsek melalui celah-celah pasukan musyrk laksana banjir bah yang mematahkan apa pun yang menghalangi alur derasnya. Mereka meneriakkan, “Matilah! Matilah !” Itulah slogan pasukan muslimin dalam perang Uhud.
Bersama Abu Dujanah
Sebelum perang Uhud dimulai, Rasulullah Saw membakar semangat para shahabat untuk berperang, sabar dan tangguh kala berhadapan dengan pasukan musyrikin.
Beliau meniupkan semangat dan keberanian kepada para shahabat hingga menghunus pedang tajam dan menyerukan, “Siapa yang mau mengambil pedang ini dengan haknya.’ Sejumlah shahabat menghampiri beliau untuk mengambil pedang itu, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan Umar bin Al-Khatthab.’ Namun beliau kembali menyerukan, ‘Siapa yang mengambil haknya ?” Semuanya terdiam, lalu simak Kharasy (Abu Dujanag) mengampiri beliau. Ia bertanya, ‘Apa haknya, wahai Rasulullah ?’ Dengan pedang ini, kau menebas wajah-wajah musuh hingga tewas,’ ‘Aku akan mengambil pedang itu dan haknya, wahai Rasulullah’,” kata Abu Dujanah. Rasulullah Saw kemudian menyerahkan pedang beliau itu kepadanya. (HR.Muslim)
Abu Dujanah datang dengan mengenakan pembalut kepala merah dengan memegang pedang Rasulullah Saw, bertekad memerangi para musuh. Abu dujanah menyerang ke tengah-tengah barisan musuh, setiap kali bertemu orang musyrik pasti ia bunuh dan memporak-porandakan barisan kaum musyrikin. Zubair bin Awwam menuturkan, “Aku sedikit merasa kurang berkenan kala meminta pedang itu pada Rasulullah Saw, beliau tidak memberikan padaku dan beliau justru menyerahkan kepada Abu Dujanah. Aku berkata dalam hati, ‘Aku ini putra Shafiyah, bibi beliau, dari kaum Quraisy. Aku berdiri menghampiri beliau, lalu meminta pedang itu dari beliau. Namun beliau justru memberikannya kepada Abu Dujanah, bukannya diberikan padaku. Demi Allah, akan aku lihat aksi yang akan dilakukan Abu Dujanah.’ Aku mengikuti Abu Dujanah dari belakang. Ia kemudian mengeluarkan tali pengikat kepala berwarna merah miliknya. Kaum Anshar mengatakan, ‘Abu Dujanah telah mengeluarkan pengikat kepala kematian. ‘Abu Dujanah keluar, lalu mengatakan :
Akulah yang berjanji setia kepada sang kekasih
Saat kami berada di Safah, di dekat sebuah pohon kurma
Aku selamanya takkan pernah berdiri di barisan belakang pasukan
Dengan pedang Allah dan rasul-Nya, aku akan menebas musuh
Setiap kali bertemu musuh, pasti ia bunuh. Di antara pasukan musyrikin, ada seseorang yang setiap kali menemukan korban luka di antara pasukan muslimin, pasti ia bunuh. Keduanya kemudian saling mendekat, lalu aku berdoa kepada Allah semoga keduanya saling bertemu. Setelah saling berhadapan, keduanya saling menyerang bergantian sebanyak dua kali tebasan pedang. Si musyrik kemudian menebaskan pedang ke arah Abu Dujanah, Abu Dujanah melindungi diri dengan perisai. Abu Dujanah kemudian menyerang dengan pedangnya hingga si musyrik itu terkapar tak bernyama (Ibnu Hisyam)
Abu Dujanah kemudian mengalihkan pandangan ke barisan musuh dan memporak-porandakannya, hingga bertemu dengan seorang komandan wanita. Abu Dujanah tidak tahu siapa dia. Abu Dujanah menuturkan, “Aku melihat seorang membakar semangat pasukan musuh, lalu aku hampiri dia. Saat aku tebaskan pedang ke arahnya, ternyata dia seorang wanita. Aku pun memuliakan pedang Rasulullah Saw untuk aku tebaskan ke arah seorang wanita.”
Wanita tersebut adalah Hindun binti Utbah. Zubair bin Awwam mengatakan, “Aku melihat Abu Dujanah mengarahkan pedang tepat di pertengahan kepala Hindun binti Utbah, tapi pedang ia tarik kembali. Aku pun mengatakan, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu’.”
Singa Allah, Hamzah, menyerang dan membelah barisan-barisan musuh, meruntuhkan kaum musyrikin dengan pedangnya.
Aksi heroik Hamzah dalam perang Uhud terbilang salah satu aksi heroik paling menawan dan luhur di dunia prajurit. Ia menyerang bak singa-singa menyergap, merangsek ke jantung pertahanan pasukan musyrikin dan mengobrak – abrik kesatuan dengan serangan tiada duanya. Terlihat jelas aksi heroik dan sosok prajurit pemberani, Hamzah. Kaum musyrikin berhamburan di hadapannya, layaknya dedaunan kering diterpa angin kencang.
Hamzah menyerang bak singa-singa menyergap, menyerang para pemegang panji dari Bani Abdid Dar, melenyapkan nyawa mereka satu persatu.
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash, ia menuturkan, “Hamzah berperang di hadapan Rasulullah Saw dengan dua pedang saat perang Uhud. Ia mengatakan, ‘Aku adalah singa Allah’.”
Andai saja para pasukan pemanah tidak meninggalkan pos di atas gunung dan turun ke medan perang, tentu kaum muslimin sudah mengumpulkan harta rampasan musuh yang tertimpa kekalahan. Andai mereka tidak meninggalkan pos dan membuka celah menganga lebar untuk para prajurit berkuda Quraisy, tentu perang Uhud sudah menjadi kuburan bagi kaum Quraisy secara keseluruhan ; para lelaki dan wanita, bahkan untuk seluruh kuda dan unta yang mereka bawa!
Hamzah kian meningkatkan kekuatan, pergerakan, dan keteguhan di hadapan pasukan musyrikin. Namun, di sana ada seseorang yang mengintai untuk membunuhnya. Siapa lagi kalau bukan Wahsyi yang diprovokasi Hindun membunuh Hamzah Ra.
Wahsyi menuturkan, “Aku adalah orang Habsyah. Aku biasa melesakkan tombak layaknya orang Habsyah pada umumnya. Jarang sekali bidikanku meleset sasaran. Setelah kedua saling bertempur, aku keluar mencari-cari Hamzah. Setelah sasaran terlihat di tengah-tengah pasukan yang kala itu tengah beraksi laksana unta abu-abu. Ia membunuh banyak sekali pasukan musuh dengan pedangnya. Tiada yang mampu menghadapinya. Saat itulah kesempatan yang aku inginkan muncul, lalu aku bersembunyi dari balik sebuah pohon atau batu untuk memancingnya mendekat ke arahku. Namun Siba’, Hamzah berkata, ‘Kemarilah wahai anak tukang sunat! Hamzah kemudian menebas kepalanya.
Aku pun mengayun-ayunkan tombak untuk mengambil ancang-ancang. Kemudian setelah memungkinkan, tombak aku lesakkan tepat mengenai perut bagian bawah, hingga tembus ke selangkangannya. Ia pun terjerembab ke tanah. Aku menunggu beberapa saat hingga memastikannya sudah tewas. Setelah itu, baru aku hampiri jasadnya dan tombak yang mengenainya ak cabut. Setelah itu aku kembali ke tenda dan duduk di sana. Aku tidak lagi punya urusan lain. Aku sudah membunuh Hamzah dengan maksud agar aku menjadi orang merdeka (Ibnu Hisyam)
Kubu Quraisy girang dengan kemenangan yang mereka raih. Mereka mengira kemenangan ini sebagai balasan atas kekalahan mereka dalam perang Badar. Hindun-lah yang paling gembira di antara mereka. Terbunuhnya Hamzah Ra tidak cukup baginya. Bahkan bersama sejumlah wanita lain, Hindun memutilasi korban tewas dengan sangat keji. Sampai-sampai suami Hindun, Abu Sufyan, tidak bertanggung jawab atas tindakan para wanita yang ikut serta bersamanya. Ia menyatakan tidak memerintahkan hal itu. Ia berkata kepada salah seorang muslimin, “Sungguh, di antara korban kalian ada yang dimutilasi. Aku tidak merestui hal itu, namun juga tidak marah. Aku tidak melarang hal itu,namun juga tidak memberi perintah.”
Setelah melakukan tindakan keji ini, Hindun naik ke atas bongkahan batu besar lalu berteriak sekencang sambil mengatakan;
Kami balas kalian (atas kekalahan kami) dalam perang Badar
Peperangan setelah peperangan itu kian berkobar
Aku tidak tahan menghadapi kematian Utbah
Tidak pula saudara, paman dan anakku
Aku telah mengobati dadaku dan telah aku penuhi nazarku
Wahsyi telah mengobati luka di dadaku
Kaum musyrikin akhirnya pulang meninggalkan Uhud dengan senang karena aib yang mereka dapatkan dalam perang Badar hilang sudah. Saat pulang, Hindun mengatakan;
Aku pulang namun dalam diriku masih terdapat banyak kesedihan
Karena sebagian di antara keinginanku tidak terpenuhi
Namun aku sudah mendapatkan sebagian,
Meski tidak seperti yang kuharapkan kala berada di tengah perjalanan
Hijrahnya Hindun dan masuk Islam
Hindun tetap menganut kesyirikan sampai Allah membuka dadanya untuk menerima Islam saat penakhlukan mekah.
Anaknya, Mu’awiyah Ra sudah masuk Islam lebih dulu sebelum ayahnya umrah Qadha. Hanya saja Mu’awiyah tidak menyusul Nabi Saw karena takut pada ayahnya. Ia menanti hingga Islam menang saat penakhlukan Mekah.
Mari kita telusuri kisah keislaman Abu Sufyan dan istrinya, Hindun.
Rasulullah Saw memasuki Mekah sebagai penakhluk dan pemenang. Saat Nabi Saw melintas di hadapan Abu Sufyan, Abbas berkata kepadanya, “Selamatkan kaummu!”
Abu Sufyan bergegas memasuki Mekah lalu berteriak sekencang mungkin, “Wahai kaum Quraisy ! Muhammad datang bersama pasukan yang takkan bisa kalian hadapi. Siapa memasuki rumah Abu Sufyan, dia aman.”
Istrinya, Hindun binti Utbah, menghampirinya, menarik kumisnya lalu berkata, “Bunuhlah orang gemuk dan gembrot itu. Sungguh amat buruk sekali orang yang lebih dulu datang di antara mereka.”
Abu Sufyan berkata, “Kalian jangan terpedaya dengan ucapan dia ini. Sungguh Muhammad telah datang dengan kekuatan yang tidak akan bisa kalian hadapi. Barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan maka ia aman.”
Kaum Quraisy menyahut, “Apa-apaan kamu ini. Memangnya apa gunanya rumahmu itu bagi kami?”
Abu Sufyan meneriakkan lagi, “Barangsiapa menutup pintu rumah maka ia aman. Barangsiapa memasuki Masjidil Haram maka ia aman.”
Saat itulah Allah Swt memasukkan Islam ke dalam hati Abu Sufyan.
Abu Sufyan menemui Nabi Saw lalu berkata, “Wahai Rasulullah ! Quraisy hancur sudah. Tidak ada lagi Quraisy setelah hari ini.’ Abu Sufyan berkata, Rasulullah Saw bersabda, ‘Siapa memasuki rumah Abu Sufyan, ia aman. Siapa meletakkan senjata, ia aman. Siapa menutup pintu rumah, ia aman’.” (HR.Muslim)
Setelah melalui permusuhan selama lebih dari 20 tahun, tanpa diduga Al-Haq membuka hati Hindun untuk menerima Islam. Ia pun berkata kepada sang suami, Abu Sufyan, “Aku hanya ingin mengikuti Muhammad.”
“Kemarin kau tidak suka membicarakan persoalan ini,” sahut Abu Sufyan.
Demi Allah! belum pernah aku melihat Allah disembah dengan sebenarnya di Masjid ini sebelum malam tadi. Demi Allah! Mereka daang untuk shalat, berdiri, rukuk dan sujud,” sahut hindun.
Diriwayatkan dari Aisyah Ra, ia berkata, “Hindun datang kepada Nabi Saw lalu berkata, “Wahai Rasulullah. Demi Allah, di muka bumi ini tidak ada seorang penghuni tenda pun yang lebih aku sukai agar dihinakan Allah melebihi pengikutmu. Tapi kali ini, tidak ada seorang penghuni tenda pun yang lebih aku suka agar dimuliakan Allah melebihi pengikutmu. Nabi Saw mebalas, ‘Juga lebih dari itu, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya’.” (HR.Muslim)
Pengambilan sumpah setia
Kala Allah Swt menakhlukkan Mekah untuk Rasulullah Saw dan kaum muslimin, kebeneran terlihat jelas bagi para penduduk Mekah. Mereka tahu tidak ada jalan menuju kesuksesan selain dengan Islam. Mereka akhirnya tunduk dan berkumpul untuk berbaiat. Rasulullah Saw duduk di atas bukit Shafa membaiat orang-orang, sementara Umar bin Al-Khattab berada di bawah beliau, mengambil sumpah setia orang-orang. Mereka kemudian berjanji setiap kepada beliau untuk mendengar dan patuh semampu mereka. (HR. Abdurrazzaq)
Disebutkan dalam Al-Madarik diriwayatkan bahwa setelah Rasulullah Saw membaiat kaum lelaki, beliau membaiat kaum wanita. Saat itu, beliau berada di bukit Shafa, sementara Umar duduk lebih rendah dari beliau. Umar kemudian membaiat kaum wanita berdasarkan perintah Nabi Saw dan menyampaikan apa yang dipesankan Nabi Saw. Kemudian Hindun, istri Abu Sufyan datang dengan mengenakan penutup kepala, khawatir dikenali Rasulullah Saw. Ia khawatir atas tindakannya dahulu yang pernah ia lakukan terhadap jenazah Hamzah. Rasulullah Saw kemudian menyampaikan, “Aku baiat kalian untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun.” Umar kemudian membaiat wanita agar tidak menyekutukan Allah dengan apapun.
Rasulullah Saw meneruskan, “Jangan mencuri.” Hindun kemudian bertanya, Abu sufyan itu orang yang kikir. Bolehkah aku mengambil sedikit hartanya?” Abu Sufyan menyahut, “Yang kau ambil itu halal.” Rasulullah Saw tertawa dan mengenali Hindun yang mengenakan penutup kepala itu. Beliau berkata, “Kau pasti Hindun!” Hindun menyahut, “Ya, maafkan untuk yang sudah-sudah, wahai Nabi Allah. Semoga Allah memaafkanmu juga.”
Rasulullah Saw meneruskan. “Jangan berzina.” Hindun berkata, “Pantaskah wanita merdeka berbuat zina?’
Rasulullah Saw meneruskan, “Jangan membunuh anak-anak kalian.” Hindun berkata, “Sejak kecil, kami rawat mereka dengan baik, namun setelah dewasa kalian bunuh mereka. Kalian dan mereka yang lebih tahu,” Hanzhalah, anaknya tewas dalam perang Badar. Mendengar kata-kata Hindun ini Umar tertawa terpingkal hingga tertelentang. Rasulullah Saw hanya tersenyum saja.
Rasulullah Saw meneruskan, “Jangan membuat-buat kebohongan.” Hindun berkata, “Demi Allah, kebohongan adalah hal yang amat buruk. Yang kau perintahkan pada kami ini tidak lain adalah kebenaran dan akhlak-akhlak mulia.”
Rasulullah Saw melanjutkan, “Jangan mendurhakai dalam kebaikan.” Hindun berkata, “Demi Allah, tidaklah kami duduk di tempat ini sementara hati kami berniat untuk mendurhakaimu.” (HR. Ibnu Jarir)
Nikmat Agung
Hindun binti Utbah punya kepribadian istimewa di dunia kaum wanita. Kala Allah membuka hatinya untuk Islam, segala kotoran lenyap dari hati dan menampakkan diri bahwa ia adalah wanita tiada duanya di dunia para shahabat wanita. Hanya di jalan Allah dan di jalan agama-Nya terdapat sesuatu yang membasuh luka, melenyapkan keterasingan, dan penentangan kalbu. Allah membersihkan jiwa Hindun dari kecenderungan dengki, menyembuhkan hatinya dari luka pengkhianatan, membuka hijab kebodohan dari akalnya, mencabut penutup kebatilan dari pengetahuannya, sehingga ia tidak lagi tunduk pada akidah yang rusak. Ia pun menerapkan prinsip ini secara nyata. Begitu masuk Islam, ia lansung memukul berhala miliknya yang ada di dalam rumah dengan kapak, sekeping demi sekeping sambil mengatakan, “Dulu, kami terpedaya karenamu.”
Perpisahan pilu
Hindun tetap beribadah, shalat malam, dan puasa, sampai tibalah hari yang membuat seluruh dunia gelap kala Rasulullah Saw meninggal dunia. Ini membuatnya sangat sedih nyaris mengoyak hatinya, karena sebelumnya ia begitu lama memusuhi beliau dan baru masuk Islam. Ia sedih karena kematian Rasulullah Saw sedih karena umur yang hilang begitu saja sebelum berserah diri kepada Allah Swt.
Namun, ia tetap rajin beribadah kepada Allah dan menjaga semua janji setia yang ia sampaikan kepada Nabi Saw.
Saat Ajal menjelang
Pada masa khalifah Umar Ra, sekian lama Hindun telah memberikan apa yang ia mampu demi agama agung ini. Sudah tiba saatnya bagi jasad ini untuk istirahat.
Hindun tidur di atas ranjang kematian. Ruhnya naik ke haribaan sang Pencipta. Semoga Allah meridhainya, membuatnya senang, dan menjadikan surga firdaus sebagai tempat kembalinya.
Kisah Hindun mengajarkan kepada kita seperti apa pun buruknya masa lalu kita selama ada niat untuk menjadi pibadi yang lebih baik Allah akan membukakan pintu taubat yang sebesar-besarnya.
Hindun binti ‘Utbah adaalah istri dari Abu Sufyan bin Harb, seorang pria yang sangat berpengaruh di Mekkah. Dia ibu dari Muawiyah I, pendiri dinasti Umayyah dan Ramlah binti Abu Sufyan adalah salah satu dari istri Muhammad S.A.W. Abu Sufyan dan Hindun awalnya sangat menentang penyebaran agama Islam.
Statusnya sebagai sahabat nabi dipertanyakan karena aksinya yang sebelum memeluk Islam, telah memakan hati dari Hamzah paman Muhammad S.A.W sewaktu Perang Uhud. Ia diperkirakan hidup pada akhir abad ke-6 dan awal ke-7.
Hindun Ra memiliki sifat-sifat yang jarang dimiliki kaum wanita pada umumyna. Ia fasih, berani, percaya diri, tegas, punya pandangan yang tepat, di samping ia juga pujangga cerdik dan punya jiwa ksatria nan tinggi.
Adz-Dzahabi menuturkan,”Hindun terbilang salah satu wanita Quraisy paling cantik dan berakal.”
Pada mulanya, ia menikah dengan seorang laki-laki bernama Fakih bin Mughirah Al-Makhzumi, salah seorang pemuda Quraisy. Hindun terbebani oleh pandangan suaminya yang tidak baik sehingga memicu perceraian dengan setelah melahirkan Aban.
Setelah itu ia menikah dengan Abu sufyan bin Harb, lalu melahirkan Mu’awiyah dan Utbah.
Ia hidup bersama Abu sufyan setelah mentari Islam terbit di bumi Jazirah. Namun, saat itu ia belum menerima cahaya mentari ini dan menolak Islam bersama sang suami. Bahkan, ia pun merancang berbagai tipu daya bersama sang suami untuk meruntuhkan agama ini hingga ke akar-akarnya. Permusuhan ini tetap tertanam dalam diri Hindun, hingga ia tampakkan secara terang-terangan dalam perang Badar.
Kehilangan orang-orang tercinta dalam perang badar
Saat perang Badar, kaum musyrikin berangkat meninggalkan Mekah di bawah komando sejumlah lelaki terbaik Quraisy untuk menyelamatkan perdagangan mereka dan menghabisi kaum muslimin.
Hindun mengamati peperangan dengan cermat, karena orang-orang tercintanya terlibat di sana. Ayah, paman, suami dan saudaranya ikut bergabung dalam barisan kaum musyrikin.
Peperangan yang menentukan pun dimulai. Kedua kubu bertemu. Pertolongan dari sisi Allah dan para malaikat turun di medan perang untuk ikut berperang bersama kaum muslimin.
Tanda-tanda kegagalan dan kekacauan mulai nampak di barisan pasukan musyrikin. Mereka mulai kewalahan menghadapi serangan dahsyat kaum muslimin. Di babak akhir peperangan, pasukan musyrikin mulai berlarian menarik diri. Pasukan muslimin mengejar mereka, menawan dan membunuh mereka, hingga kekalahan mereka lengkap sudah.
Peperangan berakhir dengan terbunuhnya 70 orang-orang musyrik , dan 70 lainnya ditawan.
Dalam peperangan ini, Utbah, Syaibah, dan Walid bin Utbah terbunuh. Peperangan ini membuat Hindun harus kehilangan ayah, paman dari jalur ayah dan paman dari jalur ibu. Paman dan ayahnya dibunuh Hamzah, paman Nabi Saw. Hamzah membunuh paman Hindun dengan bantuan Ali bin Abi Thalib. Hindun siang dan malam terus memikirkan cara menuntut balas terhadap Hamzah. Dendam, amarah dan kebencian semakin berkobar dalam dirinya, ia harus segera membalas dendam terhadap Rasulullah dan kaum muslimin.
Perang Uhud, Pelampiasan Dendam
Ada sejumlah wanita Quraisy yang ikut bergabung dalam pasukan. Perang kali ini dimpimpin Hindun binti Uqbah, istri Abu Sufyan. Mereka tiada hentinya mengelilingi barisan, menabuh rebana, membangkitkan semangat, mengobarkan tekad perang, dan menggerakkan perasaan untuk bertempur. Menggerakkan emosi-emosi para prajurit yang lihai dalam menikam, menebas, dan memanah.
Terkadang mereka berseru pada orang-orang yang membawa panji perang:
Wahai Bani Abdid Dar
Para pelindung barisan belakang
Tebaskan senjata-senjata kalian
Kadang pula, mereka menyulut semangat kaumnya untuk terus berperang dengan menyerukan :
Jika kalian maju, kami akan peluk kalian
Kami akan hamparkan kasur yang empuk
Dan jika kalian mundur, kami akan berpisah
Perpisahan tanpa cinta kasih
Berbeda dengan para shahabat Rasulullah Saw. Mereka tiada henti menyebut dan mengingat Allah Swt, memohon kemenangan, atau mati syahid kepada-Nya.
Api peperangan berkobar menjilat-jilat dan peperangan di antara kedua kubu kian sengit. Saat pertempuran sengit terjadi di sekitar panji perang, pertempuran pahit juga terjadi di sejumlah titik medan perang lainnya. Semangat iman menyebar di seluruh barisan kaum muslimin. Pasukan muslimin merangsek melalui celah-celah pasukan musyrk laksana banjir bah yang mematahkan apa pun yang menghalangi alur derasnya. Mereka meneriakkan, “Matilah! Matilah !” Itulah slogan pasukan muslimin dalam perang Uhud.
Bersama Abu Dujanah
Sebelum perang Uhud dimulai, Rasulullah Saw membakar semangat para shahabat untuk berperang, sabar dan tangguh kala berhadapan dengan pasukan musyrikin.
Beliau meniupkan semangat dan keberanian kepada para shahabat hingga menghunus pedang tajam dan menyerukan, “Siapa yang mau mengambil pedang ini dengan haknya.’ Sejumlah shahabat menghampiri beliau untuk mengambil pedang itu, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan Umar bin Al-Khatthab.’ Namun beliau kembali menyerukan, ‘Siapa yang mengambil haknya ?” Semuanya terdiam, lalu simak Kharasy (Abu Dujanag) mengampiri beliau. Ia bertanya, ‘Apa haknya, wahai Rasulullah ?’ Dengan pedang ini, kau menebas wajah-wajah musuh hingga tewas,’ ‘Aku akan mengambil pedang itu dan haknya, wahai Rasulullah’,” kata Abu Dujanah. Rasulullah Saw kemudian menyerahkan pedang beliau itu kepadanya. (HR.Muslim)
Abu Dujanah datang dengan mengenakan pembalut kepala merah dengan memegang pedang Rasulullah Saw, bertekad memerangi para musuh. Abu dujanah menyerang ke tengah-tengah barisan musuh, setiap kali bertemu orang musyrik pasti ia bunuh dan memporak-porandakan barisan kaum musyrikin. Zubair bin Awwam menuturkan, “Aku sedikit merasa kurang berkenan kala meminta pedang itu pada Rasulullah Saw, beliau tidak memberikan padaku dan beliau justru menyerahkan kepada Abu Dujanah. Aku berkata dalam hati, ‘Aku ini putra Shafiyah, bibi beliau, dari kaum Quraisy. Aku berdiri menghampiri beliau, lalu meminta pedang itu dari beliau. Namun beliau justru memberikannya kepada Abu Dujanah, bukannya diberikan padaku. Demi Allah, akan aku lihat aksi yang akan dilakukan Abu Dujanah.’ Aku mengikuti Abu Dujanah dari belakang. Ia kemudian mengeluarkan tali pengikat kepala berwarna merah miliknya. Kaum Anshar mengatakan, ‘Abu Dujanah telah mengeluarkan pengikat kepala kematian. ‘Abu Dujanah keluar, lalu mengatakan :
Akulah yang berjanji setia kepada sang kekasih
Saat kami berada di Safah, di dekat sebuah pohon kurma
Aku selamanya takkan pernah berdiri di barisan belakang pasukan
Dengan pedang Allah dan rasul-Nya, aku akan menebas musuh
Setiap kali bertemu musuh, pasti ia bunuh. Di antara pasukan musyrikin, ada seseorang yang setiap kali menemukan korban luka di antara pasukan muslimin, pasti ia bunuh. Keduanya kemudian saling mendekat, lalu aku berdoa kepada Allah semoga keduanya saling bertemu. Setelah saling berhadapan, keduanya saling menyerang bergantian sebanyak dua kali tebasan pedang. Si musyrik kemudian menebaskan pedang ke arah Abu Dujanah, Abu Dujanah melindungi diri dengan perisai. Abu Dujanah kemudian menyerang dengan pedangnya hingga si musyrik itu terkapar tak bernyama (Ibnu Hisyam)
Abu Dujanah kemudian mengalihkan pandangan ke barisan musuh dan memporak-porandakannya, hingga bertemu dengan seorang komandan wanita. Abu Dujanah tidak tahu siapa dia. Abu Dujanah menuturkan, “Aku melihat seorang membakar semangat pasukan musuh, lalu aku hampiri dia. Saat aku tebaskan pedang ke arahnya, ternyata dia seorang wanita. Aku pun memuliakan pedang Rasulullah Saw untuk aku tebaskan ke arah seorang wanita.”
Wanita tersebut adalah Hindun binti Utbah. Zubair bin Awwam mengatakan, “Aku melihat Abu Dujanah mengarahkan pedang tepat di pertengahan kepala Hindun binti Utbah, tapi pedang ia tarik kembali. Aku pun mengatakan, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu’.”
Singa Allah, Hamzah, menyerang dan membelah barisan-barisan musuh, meruntuhkan kaum musyrikin dengan pedangnya.
Aksi heroik Hamzah dalam perang Uhud terbilang salah satu aksi heroik paling menawan dan luhur di dunia prajurit. Ia menyerang bak singa-singa menyergap, merangsek ke jantung pertahanan pasukan musyrikin dan mengobrak – abrik kesatuan dengan serangan tiada duanya. Terlihat jelas aksi heroik dan sosok prajurit pemberani, Hamzah. Kaum musyrikin berhamburan di hadapannya, layaknya dedaunan kering diterpa angin kencang.
Hamzah menyerang bak singa-singa menyergap, menyerang para pemegang panji dari Bani Abdid Dar, melenyapkan nyawa mereka satu persatu.
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash, ia menuturkan, “Hamzah berperang di hadapan Rasulullah Saw dengan dua pedang saat perang Uhud. Ia mengatakan, ‘Aku adalah singa Allah’.”
Andai saja para pasukan pemanah tidak meninggalkan pos di atas gunung dan turun ke medan perang, tentu kaum muslimin sudah mengumpulkan harta rampasan musuh yang tertimpa kekalahan. Andai mereka tidak meninggalkan pos dan membuka celah menganga lebar untuk para prajurit berkuda Quraisy, tentu perang Uhud sudah menjadi kuburan bagi kaum Quraisy secara keseluruhan ; para lelaki dan wanita, bahkan untuk seluruh kuda dan unta yang mereka bawa!
Hamzah kian meningkatkan kekuatan, pergerakan, dan keteguhan di hadapan pasukan musyrikin. Namun, di sana ada seseorang yang mengintai untuk membunuhnya. Siapa lagi kalau bukan Wahsyi yang diprovokasi Hindun membunuh Hamzah Ra.
Wahsyi menuturkan, “Aku adalah orang Habsyah. Aku biasa melesakkan tombak layaknya orang Habsyah pada umumnya. Jarang sekali bidikanku meleset sasaran. Setelah kedua saling bertempur, aku keluar mencari-cari Hamzah. Setelah sasaran terlihat di tengah-tengah pasukan yang kala itu tengah beraksi laksana unta abu-abu. Ia membunuh banyak sekali pasukan musuh dengan pedangnya. Tiada yang mampu menghadapinya. Saat itulah kesempatan yang aku inginkan muncul, lalu aku bersembunyi dari balik sebuah pohon atau batu untuk memancingnya mendekat ke arahku. Namun Siba’, Hamzah berkata, ‘Kemarilah wahai anak tukang sunat! Hamzah kemudian menebas kepalanya.
Aku pun mengayun-ayunkan tombak untuk mengambil ancang-ancang. Kemudian setelah memungkinkan, tombak aku lesakkan tepat mengenai perut bagian bawah, hingga tembus ke selangkangannya. Ia pun terjerembab ke tanah. Aku menunggu beberapa saat hingga memastikannya sudah tewas. Setelah itu, baru aku hampiri jasadnya dan tombak yang mengenainya ak cabut. Setelah itu aku kembali ke tenda dan duduk di sana. Aku tidak lagi punya urusan lain. Aku sudah membunuh Hamzah dengan maksud agar aku menjadi orang merdeka (Ibnu Hisyam)
Kubu Quraisy girang dengan kemenangan yang mereka raih. Mereka mengira kemenangan ini sebagai balasan atas kekalahan mereka dalam perang Badar. Hindun-lah yang paling gembira di antara mereka. Terbunuhnya Hamzah Ra tidak cukup baginya. Bahkan bersama sejumlah wanita lain, Hindun memutilasi korban tewas dengan sangat keji. Sampai-sampai suami Hindun, Abu Sufyan, tidak bertanggung jawab atas tindakan para wanita yang ikut serta bersamanya. Ia menyatakan tidak memerintahkan hal itu. Ia berkata kepada salah seorang muslimin, “Sungguh, di antara korban kalian ada yang dimutilasi. Aku tidak merestui hal itu, namun juga tidak marah. Aku tidak melarang hal itu,namun juga tidak memberi perintah.”
Setelah melakukan tindakan keji ini, Hindun naik ke atas bongkahan batu besar lalu berteriak sekencang sambil mengatakan;
Kami balas kalian (atas kekalahan kami) dalam perang Badar
Peperangan setelah peperangan itu kian berkobar
Aku tidak tahan menghadapi kematian Utbah
Tidak pula saudara, paman dan anakku
Aku telah mengobati dadaku dan telah aku penuhi nazarku
Wahsyi telah mengobati luka di dadaku
Kaum musyrikin akhirnya pulang meninggalkan Uhud dengan senang karena aib yang mereka dapatkan dalam perang Badar hilang sudah. Saat pulang, Hindun mengatakan;
Aku pulang namun dalam diriku masih terdapat banyak kesedihan
Karena sebagian di antara keinginanku tidak terpenuhi
Namun aku sudah mendapatkan sebagian,
Meski tidak seperti yang kuharapkan kala berada di tengah perjalanan
Hijrahnya Hindun dan masuk Islam
Hindun tetap menganut kesyirikan sampai Allah membuka dadanya untuk menerima Islam saat penakhlukan mekah.
Anaknya, Mu’awiyah Ra sudah masuk Islam lebih dulu sebelum ayahnya umrah Qadha. Hanya saja Mu’awiyah tidak menyusul Nabi Saw karena takut pada ayahnya. Ia menanti hingga Islam menang saat penakhlukan Mekah.
Mari kita telusuri kisah keislaman Abu Sufyan dan istrinya, Hindun.
Rasulullah Saw memasuki Mekah sebagai penakhluk dan pemenang. Saat Nabi Saw melintas di hadapan Abu Sufyan, Abbas berkata kepadanya, “Selamatkan kaummu!”
Abu Sufyan bergegas memasuki Mekah lalu berteriak sekencang mungkin, “Wahai kaum Quraisy ! Muhammad datang bersama pasukan yang takkan bisa kalian hadapi. Siapa memasuki rumah Abu Sufyan, dia aman.”
Istrinya, Hindun binti Utbah, menghampirinya, menarik kumisnya lalu berkata, “Bunuhlah orang gemuk dan gembrot itu. Sungguh amat buruk sekali orang yang lebih dulu datang di antara mereka.”
Abu Sufyan berkata, “Kalian jangan terpedaya dengan ucapan dia ini. Sungguh Muhammad telah datang dengan kekuatan yang tidak akan bisa kalian hadapi. Barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan maka ia aman.”
Kaum Quraisy menyahut, “Apa-apaan kamu ini. Memangnya apa gunanya rumahmu itu bagi kami?”
Abu Sufyan meneriakkan lagi, “Barangsiapa menutup pintu rumah maka ia aman. Barangsiapa memasuki Masjidil Haram maka ia aman.”
Saat itulah Allah Swt memasukkan Islam ke dalam hati Abu Sufyan.
Abu Sufyan menemui Nabi Saw lalu berkata, “Wahai Rasulullah ! Quraisy hancur sudah. Tidak ada lagi Quraisy setelah hari ini.’ Abu Sufyan berkata, Rasulullah Saw bersabda, ‘Siapa memasuki rumah Abu Sufyan, ia aman. Siapa meletakkan senjata, ia aman. Siapa menutup pintu rumah, ia aman’.” (HR.Muslim)
Setelah melalui permusuhan selama lebih dari 20 tahun, tanpa diduga Al-Haq membuka hati Hindun untuk menerima Islam. Ia pun berkata kepada sang suami, Abu Sufyan, “Aku hanya ingin mengikuti Muhammad.”
“Kemarin kau tidak suka membicarakan persoalan ini,” sahut Abu Sufyan.
Demi Allah! belum pernah aku melihat Allah disembah dengan sebenarnya di Masjid ini sebelum malam tadi. Demi Allah! Mereka daang untuk shalat, berdiri, rukuk dan sujud,” sahut hindun.
Diriwayatkan dari Aisyah Ra, ia berkata, “Hindun datang kepada Nabi Saw lalu berkata, “Wahai Rasulullah. Demi Allah, di muka bumi ini tidak ada seorang penghuni tenda pun yang lebih aku sukai agar dihinakan Allah melebihi pengikutmu. Tapi kali ini, tidak ada seorang penghuni tenda pun yang lebih aku suka agar dimuliakan Allah melebihi pengikutmu. Nabi Saw mebalas, ‘Juga lebih dari itu, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya’.” (HR.Muslim)
Pengambilan sumpah setia
Kala Allah Swt menakhlukkan Mekah untuk Rasulullah Saw dan kaum muslimin, kebeneran terlihat jelas bagi para penduduk Mekah. Mereka tahu tidak ada jalan menuju kesuksesan selain dengan Islam. Mereka akhirnya tunduk dan berkumpul untuk berbaiat. Rasulullah Saw duduk di atas bukit Shafa membaiat orang-orang, sementara Umar bin Al-Khattab berada di bawah beliau, mengambil sumpah setia orang-orang. Mereka kemudian berjanji setiap kepada beliau untuk mendengar dan patuh semampu mereka. (HR. Abdurrazzaq)
Disebutkan dalam Al-Madarik diriwayatkan bahwa setelah Rasulullah Saw membaiat kaum lelaki, beliau membaiat kaum wanita. Saat itu, beliau berada di bukit Shafa, sementara Umar duduk lebih rendah dari beliau. Umar kemudian membaiat kaum wanita berdasarkan perintah Nabi Saw dan menyampaikan apa yang dipesankan Nabi Saw. Kemudian Hindun, istri Abu Sufyan datang dengan mengenakan penutup kepala, khawatir dikenali Rasulullah Saw. Ia khawatir atas tindakannya dahulu yang pernah ia lakukan terhadap jenazah Hamzah. Rasulullah Saw kemudian menyampaikan, “Aku baiat kalian untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun.” Umar kemudian membaiat wanita agar tidak menyekutukan Allah dengan apapun.
Rasulullah Saw meneruskan, “Jangan mencuri.” Hindun kemudian bertanya, Abu sufyan itu orang yang kikir. Bolehkah aku mengambil sedikit hartanya?” Abu Sufyan menyahut, “Yang kau ambil itu halal.” Rasulullah Saw tertawa dan mengenali Hindun yang mengenakan penutup kepala itu. Beliau berkata, “Kau pasti Hindun!” Hindun menyahut, “Ya, maafkan untuk yang sudah-sudah, wahai Nabi Allah. Semoga Allah memaafkanmu juga.”
Rasulullah Saw meneruskan. “Jangan berzina.” Hindun berkata, “Pantaskah wanita merdeka berbuat zina?’
Rasulullah Saw meneruskan, “Jangan membunuh anak-anak kalian.” Hindun berkata, “Sejak kecil, kami rawat mereka dengan baik, namun setelah dewasa kalian bunuh mereka. Kalian dan mereka yang lebih tahu,” Hanzhalah, anaknya tewas dalam perang Badar. Mendengar kata-kata Hindun ini Umar tertawa terpingkal hingga tertelentang. Rasulullah Saw hanya tersenyum saja.
Rasulullah Saw meneruskan, “Jangan membuat-buat kebohongan.” Hindun berkata, “Demi Allah, kebohongan adalah hal yang amat buruk. Yang kau perintahkan pada kami ini tidak lain adalah kebenaran dan akhlak-akhlak mulia.”
Rasulullah Saw melanjutkan, “Jangan mendurhakai dalam kebaikan.” Hindun berkata, “Demi Allah, tidaklah kami duduk di tempat ini sementara hati kami berniat untuk mendurhakaimu.” (HR. Ibnu Jarir)
Nikmat Agung
Hindun binti Utbah punya kepribadian istimewa di dunia kaum wanita. Kala Allah membuka hatinya untuk Islam, segala kotoran lenyap dari hati dan menampakkan diri bahwa ia adalah wanita tiada duanya di dunia para shahabat wanita. Hanya di jalan Allah dan di jalan agama-Nya terdapat sesuatu yang membasuh luka, melenyapkan keterasingan, dan penentangan kalbu. Allah membersihkan jiwa Hindun dari kecenderungan dengki, menyembuhkan hatinya dari luka pengkhianatan, membuka hijab kebodohan dari akalnya, mencabut penutup kebatilan dari pengetahuannya, sehingga ia tidak lagi tunduk pada akidah yang rusak. Ia pun menerapkan prinsip ini secara nyata. Begitu masuk Islam, ia lansung memukul berhala miliknya yang ada di dalam rumah dengan kapak, sekeping demi sekeping sambil mengatakan, “Dulu, kami terpedaya karenamu.”
Perpisahan pilu
Hindun tetap beribadah, shalat malam, dan puasa, sampai tibalah hari yang membuat seluruh dunia gelap kala Rasulullah Saw meninggal dunia. Ini membuatnya sangat sedih nyaris mengoyak hatinya, karena sebelumnya ia begitu lama memusuhi beliau dan baru masuk Islam. Ia sedih karena kematian Rasulullah Saw sedih karena umur yang hilang begitu saja sebelum berserah diri kepada Allah Swt.
Namun, ia tetap rajin beribadah kepada Allah dan menjaga semua janji setia yang ia sampaikan kepada Nabi Saw.
Saat Ajal menjelang
Pada masa khalifah Umar Ra, sekian lama Hindun telah memberikan apa yang ia mampu demi agama agung ini. Sudah tiba saatnya bagi jasad ini untuk istirahat.
Hindun tidur di atas ranjang kematian. Ruhnya naik ke haribaan sang Pencipta. Semoga Allah meridhainya, membuatnya senang, dan menjadikan surga firdaus sebagai tempat kembalinya.
Kisah Hindun mengajarkan kepada kita seperti apa pun buruknya masa lalu kita selama ada niat untuk menjadi pibadi yang lebih baik Allah akan membukakan pintu taubat yang sebesar-besarnya.
0 comments:
Post a Comment