Hamzah Bin Abu Muthalib
Hamzah Bin Abu Muthalib [Singa Allah & Panglima Suhada]
Kota Mekah masih mendengkur dalam tidur nyenyaknya, yakni setelah Siang yang penuh dengan usaha dan kesibukan dengan ibadat dan aneka permainan.
Orang Quraisy tidur lelap dan membalik-balikkan diri mereka di atas ranjang . . . , tetapi di sana ada seorang insan yang resah geliaah dan matanya tak hendak terpejam. Ia cepat masuk kamar tidur dan beriatirahat dalam waktu singkat, lalu bangkit dengan penuh kerinduan karena rupanya ada janji dengan Allah. Ia menuju tempat shalat yang terletak di biliknya, lalu munajat kepada Allah dan berdu’a dengan tekunnya ….
Dan setiap istrinya terbangun demi mendengar gemuruh dadanya yang turun naik dan bunyi du’anya yang hangat serta terus- menerus, menyebabkannya merasa kasihan dan memohon agar ia memperhatikan dirinya dan mengambil waktu iatirahat yang cukup. Maka dengan air mata mengalir yang mendahului kata-katanya dijawabnya: “Wahai Khadijah . . . ! Masa untuk tidur berlalulah sudah … ! “
Memang perihalnya belum lagi memusingkan orang-orang Quraisy dan mengganggu tidur nyenyak mereka, walaupun sudah mulai menjadi titik perhatian mereka. Ia barn Saja memulai da’wahnya dan menyampaikan ajarannya secara rahasia dan berbisik-bisik. Orang-orang yang beriman kepadanya waktu itu masih amat sedikit ….
Tetapi di antara orang-orang yang belum beriman itu ada pula yang menaruh kasih sayang dan penghormatan kepadanya serta memendam niat dan keinginan hati untuk beriman dan menyertai kafilahnya yang penuh barkah. Mereka terhalang untuk menyatakan maksud itu hanyalah karena keadaan suasana dan lingkungan, tekanan kebiasaan dan adat-istiadat, serta kebimbangan hati untuk mengabulkan panggilan atau menolak seruan. Maka dalam golongan ini terdapatlah Hamzah bin Abdul Mutthalib, yaitu paman Nabi saw. dan saudara sesusunya ….
Hamzah telah kenal akan kebesaran dan kesempurnaan keponakannya, tahu sebaik-baiknya akan kepribadian dan watak serta akhlaqnya. la tidak hanya mengenalnya sebagai seorang paman terhadap keponakannya semata, tetapi juga sebagai saudara terhadap saudaranya, dan shahabat terhadap teman sejawatnya. Sebabnya ialah karena Rasulullah dan Hamzah dari satu generasi, dan usia yang berdekatan. Mereka dibesarkan bersama, bermain bersama dan menjadi shahabat karib, serta menempuh jalan kehidupan dari bermula selangkah demi selangkah secara bersama-lama pula ….
Hanya memang, di waktu muda masing-masing mereka telah menempuh jalan sendiri-sendiri. Hamzah mulai bersaing dengan teman-temannya untuk mendapatkan kelayakan hidup dan merintis jalan bagi dirinya untuk beroleh kedudukan di kalangan pembesar-pembesar kota Mekah dan pemimpin-pemimpin Quraisy. Sementara Muhammad saw. tetap bertahan di lingkungan cahaya ruhani yang mulai menerangi jalan baginya menuju Ilahi, serta mengikuti bisikan hati yang mengajaknya menjauhi kebisingan hidup untuk mencapai renungan yang dalam, serta mempersiapkan diri dalam menyambut dan menerima kebenaran ….
Kita tegaskan, bahwa walaupun kedua anak muda itu telah mengambil arah yang berlainan, tetapi tidak satu detik pun hilang dari ingatan Hamzah. Keutamaan shahabat dan keponakannya, yakni keutamaan dan kemuliaan yang mengantarkan pemiliknya kepada kedudukan tinggi di mata manusia umumnya, dan melukiskan secara gamblang masa depannya yang gemilang telah banyak diketahui Hamzah . . . .
Pagi hari itu, seperti biasa Hamzah keluar rumahnya. Di sisi Ka’bah didapatinya se rombongan pembesar dan bangsawan Quraisy, lalu ia pun duduk bersama mereka, mendengarkan apa yang mereka percakapkan. Rupanya mereka sedang membicarakan Muhammad saw
Dan untuk pertama kali Hamzah melihat mereka diliputi rasa gelisah diaebabkan oleh da’wah yang dilakukan oleh keponakannya. Dari ucapan mereka tersembur amarah murka, kebencian dan kedengkian.
Sebelum itu mereka tidak peduli, atau pura-pura tidak peduli dan ambil puling. Tetapi sekarang wajah-wajah mereka mengerikan, menyeringai karena berang dan kecewa serta hendak menerkam. Lama Hamzah tertawa mendengar obrolan mereka. Dituduhnya mereka keterlaluan dan salah tafsir .
Di saat itu Abu Jahal segera menegaskan kepada hadlirin bahwa sebenarnya Hamzah paling tahu akan bahaya ajaran yang diserukan oleh Muhammad saw., hanya ia menganggapnya enteng hingga Quraisy jadi lengah dan lalai. Kemudian nanti datang suatu saat di mana keadaan telah terlambat dan terbukalah baginya bahaya yang dibawa oleh keponakannya itu ….
Demikianlah mereka melanjutkan pembicaraan dalam suasana hiruk pikuk yang tidak luput dari ancaman, sementara Hamzah kadang-kadang turut tertawa dan kadang-kadang menampakkan Wajah murka. Dan ketika pertemuan itu usai dan masing-masing meneruskan acaranya, kepala Hamzah pun dipenuhi fikiran dan perasaan baru, menyebabkan perhatiannya tertuju kepada urusan keponakannya dan mempertimbangkan kembali buruk baiknya….
Hari-hari pun berlalu silih berganti, dan makin lama desas-desus yang disebarkan Quraisy sekitar da’wah Rasul makin memuncak ….kemudian desas-desus itu berubah menjadi hasutan dan komPlotan, sementara Hamzah memperhatikan suasana dari jauh ….
Ketabahan hati keponakannya itu amat mengherankannya, sementara usahanya yang mati-matian membela keimanan dan kelancaran da’wahnya, merupakan suatu hal yang baru bagi kaum Quraisy umumnya, walaupun sebenarnya mereka terkenal gigih keras kepala.
Dan andainya ketika itu keragu-raguan dapat menggoyahkan kepercayaan seseorang tentang kebenaran Rasulullah dan kebesaran jiwanya, tetapi ia takkan menemukan jalan untuk mempengaruhi dan memperdayakan Hamzah. Hamzah adalah orang yang paling kenal siapa Muhammad saw, semenjak masa kanak-kanak hingga waktu mudanya yang tidak bernoda, dan sampai usia dewasanya yang terpercaya.
Ia kenal Muhammad saw. sebagaimana ia kenal akan dirinya, bahkan lebih dari itu lagi. Semenjak mereka lahir ke alam wujud, menjadi remaja dan sama-sama berangkat dewasa, di mana lembaran kehidupan Muhammad saw. terbuka di hadapan matanya suci bersih laksana sinar matahari, tidak satu cacat pun dilihatnya pada lembaran itu … !
Tidak sekali pun dilihatnya ia marah atau naik darah, kecewa atau putus asa , apalagi menampakkan ketamakan dan keserakahan, berolok-olok atau berbuat hal yang sia-sia.
Dan Hamzah bukan saja seorang yang menikmati kekuatan jasmaniah belaka, tetapi ia dikaruniai pula kekuatan kemauan dan ketajaman akal fikiran. Dari itu tidak wajar bila ia ketinggalan dan tak ingin mengikuti orang yang diketahuinya betul-betul jujur dan dapat dipercaya. Hanya hal itu dipendamnya dalam hati, menunggu saat yang tepat untuk membukakannya, yang waktunya telah dekat dan tidak akan menunggu lama ….
Dan hari yang ditunggu-tunggu itu pun datanglah …. Hamzah keluar dari rumahnya menjinjing busur dan menujukan langkahnya ke arah padang belantara untuk melatih kegemaran dan melakukan olah raga yang amat disukainya yaitu berburu. Ia amat mahir dalam hal ini.
Ada kira-kira setengah hari ia menghabiakan waktunya di sana, dan ketika kembali dari perburuannya ia langsung pergi ke Ka’bah untuk thawaf seperti biasa sebelum pulang ke rumahnya. Setibanya dekat Ka’bah ia ditemui oleh seorang pelayan wanita Abdullah bin Jud’an. Dan demi dilihatnya Hamzah telah dekat, berkatalah pelayan itu kepadanya: “Wahai Abu Umarah, seandainya anda melihat apa yang dialami oleh keponakan anda Muhammad saw. baru-baru ini . . . . ! Abul Hakam bin Hiayam, ketika mendapatkan Muhammad saw. sedang duduk di sana, disakiti dan dimakinya, hingga mengalami hal-hal yang tidak diinginkan … !”
Lalu dilanjutkannya cerita mengenai perlakuan Abu Jahal kepada Rasulullah ….
Hamzah mendengarkan perkataannya dengan baik, kemudian ia menundukkan kepalanya sejenak, lalu membawa busur panahnya dan menyandangkan ke bahunya. Setelah itu dengan langkah cepat tetapi tegap ia pergi menuju Ka’bah dan berharap akan bertemu dengan Abu Jahal di sana …. Dan jika tidak ditemuinya, maka pencarian akan dilakukannya di mana pun juga sampai berhasil … .
– Tetapi belum lagi sampai di Ka’bah, kelihatan olehnya Abu Jahal di pekarangannya sedang dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Maka dalam ketenangan yang mencekam, Hamzah maju mendapatkan Abu Jahal lalu melepaskan busurnya dan memukulkannya ke kepala Abu Jahal hingga luka dan mengeluarkan darah. Dan sebelum orang-orang itu menyadari apa Yang terjadi, Hamzah pun membentak Abu Jahal, katanya:
“Kenapa kamu cela dan kamu maki Muhammad saw., padahal aku telah menganut Agamanya dan mengatakan apa yang dikatakannva ? Nah, cobalah ulangi kembali makianmu itu kepadaku jika kamu berani!”
Dalam sekejap waktu orang-orang yang berada di sana lupa akan penghinaan yang baru menimpa pemimpin mereka dan darah yang mengalir dari kepalanya, terpesona oleh kata-kata Yang keluar dari mulut Hamzah yang tak ubah bagai bunyi halilintar di siang bolong . . . , yaitu kata-kata yang diucapkannya untuk menyatakan bahwa ia telah menganut Agama Muhammad saw., mengakui apa yang diakuinya dan mengatakan apa yang dikatakannya ….
Apa, apakah Hamzah telah masuk Ialam … ?
Dan …. seorang anak muda Quraisy yang paling gigih membela haknya serta yang paling mulia … ! Sungguh suatu bencana besar yang tak dapat diatasi oleh bangsa Quraisy Keislaman Hamzah akan menarik perhatian tokoh-tokoh pilihan untuk sama-sama memasuki Agama itu, hingga Muhammad saw. akan beroleh tenaga dan kekuatan yang akan membela da’wah dan memperkokoh barisannya, dan di suatu saat nanti orang-orang Quraisy akan bangun dan sadarkan diri, karena mendengar bunyi linggis dan tembilang yang menghancurleburkan berhala-berhala dan tuhan-tuhan mereka … !
Memang tidak salah . . .! Hamzah telah masuk Ialam, dan di hadapan umum telah dikeluarkan simpanan hatinya selama ini, dan ditinggalkannya orang banyak itu merenungi kekecewaan dan kegagalan harapan mereka, dan dibiarkannya Abu Jahal menjilat darah yang mengucur dari kepalanya yang luka. Hamzah kembali memungut busur dengan tangan kanannya, dan menggantungkannya di bahu, lalu dengan langkah yang tegap dan hati Yang pekat pergi pulang ke rumahnya ….
Hamzah adalah seorang yang berfikiran cerdas dan berpendirian keras ….
Ketika ia telah pulang ke rumahnya dan hilang rasa lelahnya duduklah ia, dan membawa dirinya berfikir serta merenungkan periatiwa yang baru Saja dialaminya ….
Bagaimana cara ia menyatakan keislamannya … dan kapan …. ? Ia telah menyatakannya dalam saat emosi dan tersinggung, saat amarah dan naik darah …. Ia tak sudi bila keponakannya diperlakukan secara sewenang-wenang dan dianiaya tanpa adanya pembela! Oleh sebab itulah ia jadi murka dan tampil membela Muhammad saw. serta kehormatan Bani Hasyim, maka dipukulnya kepala Abu Jahal sampai luka, dan diteriakkan ke mukanya bahwa ia telah beragama Ialam . . . .
Tetapi, apakah merupakan cara terbaik bagi seseorang untuk meninggalkan agama nenek moyang dan kaumnya, agama yang telah mereka anut semenjak beribu tahun dan berabad-abad … ? Lalu ia langsung menerima Agama baru yang belum lagi diselidiki ajarannya dan belum dikenal hakikatnya kecuali sekelumit kecil
Benar, ia tidak sedikit pun ragu tentang kebenaran Muhammad saw. dan ketulusan maksudnya. Tetapi mungkinkah seseorang menerima satu Agama baru berikut segala kewajiban dan tanggung jawabnya di saat marah dan naik darah sebagai yang dilakukan oleh Hamzah sekarang ini?
Memang dalam dadanya terpendam niat untuk menghormati da’wah baru yang panji-panjinya dipikul oleh keponakannya. Hanya seandainya ia telah ditaqdirkan akan menjadi salah seorang pengikut dari da’wah ini, yang beriman dan menyediakan diri untuk menjadi pembantu dan pembelanya, maka apabilakah sebenarnya waktu yang tepat untuk memasukinya … ? Apakah di saat berang dan tersinggung ataukah setelah berfikir dan merenung … ?
Demikianlah kelugasan pendirian dan kemurnian berfikir mengharuskannya untuk membawa semua masalah ini kembali ke batu ujian dan neraca pertimbangan. Mulailah ia berfikir dan hari-hari berlalu . . . , Siang hatinya tak pernah tenteram dan malam matanya tak pernah terpejam ….
Dan anehnya ketika kita berusaha mencari kebenaran dengan perantaraan akal, maka kebimbangan pun tampil ke depan sebagai penghalang …. Demikianlah, demi Hamzah menggunakan akalnya untuk membahas masalah Agama Ialam dan membanding-bandingkan yang lama dengan yang baru, timbullah keraguan dalam dirinya yang dibangkitkan oleh kerinduan yang telah mendarah daging terhadap agama nenek moyangnya, dan kecemasan yang telah jadi pusaka turun-temurun terhadap segala hal yang baru ….
Bangkitlah semua kenangannya mengenai Ka’bah berikut tuhan-tuhan dan berhala-berhalanya, begitupun tentang pengaruh keagamaan yang telah ditanamkan oleh patung-patung pahatan itu terhadap semua penduduk Mekah dan bangsa Quraisy umumnya . . . , hingga memisahkan diri dari sejarah tersebut dan meninggalkan agama lama yang telah berurat-akar ini, tak ubah bagai hendak melompati jurang yang lebar ….
Timbullah keheranannya mengapa orang demikian mudah dan tergesa-gesa mau meninggalkan agama nenek moyangnya . . . . Maka rnenyesallah ia atas apa yang telah dilakukannya, hanya perjalanan akal tetap diteruskan dan tidak dihentikannya ….
Dan tatkala dirasakan bahwa akal fikiran semata tidak berdaya, maka dengan ikhlas dan tulus hati, ia pun pergi berlindung kepada yang ghaib. Di sisi Ka’bah, sambil wajahnya menengadah ke langit, dan dengan minta pertolongan kepada segala kudrat dan nur yang terdapat di alam wujud ini, ia memohon dan berdo’a agar beroleh petunjuk kepada yang haq dan jalan yang lurus.
Dan marilah kita dengar ceritanya ketika mengisahkan berita selanjutnya, katanya:
, .. . . Kemudian timbullah sesal dalam hatiku karena meninggalkan agama nenek moyang dan kaumku . . . dan aku pun diliputi kebingungan hingga mata tak hendak tidur… . Lalu pergilah aku ke Ka’bah, dan memohon kepada Allah agar membukakan hatiku untuk menerima kebenaran dan melenyapkan segala keraguan. Maka Allah pun mengabulkan permohonanku itu dan memenuhi hatiku dengan keyakinan . . . . Aku pun segera menemui Rasulullah saw., dan memaparkan keadaanku padanya, maka dido’akannya kepada Allah agar ditetapkan-Nya hatiku dalam Agamanya . . . .
Demikianlah Hamzah menganut Islam secara yakin ….
Allah menguatkan Agama Ialam dengan Hamzah, dan sebagai batu karang yang kukuh menjulang ia membela Rasulullah dan shahabat-shahabatnya yang lemah . . . . Abu Jahal melihat Hamzah berdiri dalam barisan Kaum Muslimin, maka menurut keyakinannya perang sudah tak dapat dielakkan lagi. Oleh sebab itu dihasutnyalah orang-orang Quraisy untuk melakukan kekerasan terhadap Rasulullah dan para shahabat, dan ia terns mempersiapkan diri untuk melancarkan perang saudara yang akan dapat memuaskan haus dahaga, melipur rasa dendam dan sakit hatinya.
Memang, tentu saja Hamzah tak dapat membendung segala siksaan mereka, tetapi keialamannya seolah-olah menjadi benteng dan periaai, di samping menjadi days penarik bagi kebanyakan kabilah Arab, — apalagi setelah diikuti pula dengan masuk Ialamnya Umar bin Khatthab — untuk mengikuti langkahnya, hingga mereka pun memasukinya dengan berduyun-duyun ….
Dan semenjak masuk Ialam, Hamzah telah bernadzar akan membaktikan segala keperwiraan, kesehatan bahkan hidup matinya untuk Allah dan Agama-Nya, hingga Nabi saw. berkenan memasangkan pada dirinya julukan iatimewa ini: “Singa Allah dan singa Rasul-Nya “.
Read more...
Kota Mekah masih mendengkur dalam tidur nyenyaknya, yakni setelah Siang yang penuh dengan usaha dan kesibukan dengan ibadat dan aneka permainan.
Orang Quraisy tidur lelap dan membalik-balikkan diri mereka di atas ranjang . . . , tetapi di sana ada seorang insan yang resah geliaah dan matanya tak hendak terpejam. Ia cepat masuk kamar tidur dan beriatirahat dalam waktu singkat, lalu bangkit dengan penuh kerinduan karena rupanya ada janji dengan Allah. Ia menuju tempat shalat yang terletak di biliknya, lalu munajat kepada Allah dan berdu’a dengan tekunnya ….
Dan setiap istrinya terbangun demi mendengar gemuruh dadanya yang turun naik dan bunyi du’anya yang hangat serta terus- menerus, menyebabkannya merasa kasihan dan memohon agar ia memperhatikan dirinya dan mengambil waktu iatirahat yang cukup. Maka dengan air mata mengalir yang mendahului kata-katanya dijawabnya: “Wahai Khadijah . . . ! Masa untuk tidur berlalulah sudah … ! “
Memang perihalnya belum lagi memusingkan orang-orang Quraisy dan mengganggu tidur nyenyak mereka, walaupun sudah mulai menjadi titik perhatian mereka. Ia barn Saja memulai da’wahnya dan menyampaikan ajarannya secara rahasia dan berbisik-bisik. Orang-orang yang beriman kepadanya waktu itu masih amat sedikit ….
Tetapi di antara orang-orang yang belum beriman itu ada pula yang menaruh kasih sayang dan penghormatan kepadanya serta memendam niat dan keinginan hati untuk beriman dan menyertai kafilahnya yang penuh barkah. Mereka terhalang untuk menyatakan maksud itu hanyalah karena keadaan suasana dan lingkungan, tekanan kebiasaan dan adat-istiadat, serta kebimbangan hati untuk mengabulkan panggilan atau menolak seruan. Maka dalam golongan ini terdapatlah Hamzah bin Abdul Mutthalib, yaitu paman Nabi saw. dan saudara sesusunya ….
Hamzah telah kenal akan kebesaran dan kesempurnaan keponakannya, tahu sebaik-baiknya akan kepribadian dan watak serta akhlaqnya. la tidak hanya mengenalnya sebagai seorang paman terhadap keponakannya semata, tetapi juga sebagai saudara terhadap saudaranya, dan shahabat terhadap teman sejawatnya. Sebabnya ialah karena Rasulullah dan Hamzah dari satu generasi, dan usia yang berdekatan. Mereka dibesarkan bersama, bermain bersama dan menjadi shahabat karib, serta menempuh jalan kehidupan dari bermula selangkah demi selangkah secara bersama-lama pula ….
Hanya memang, di waktu muda masing-masing mereka telah menempuh jalan sendiri-sendiri. Hamzah mulai bersaing dengan teman-temannya untuk mendapatkan kelayakan hidup dan merintis jalan bagi dirinya untuk beroleh kedudukan di kalangan pembesar-pembesar kota Mekah dan pemimpin-pemimpin Quraisy. Sementara Muhammad saw. tetap bertahan di lingkungan cahaya ruhani yang mulai menerangi jalan baginya menuju Ilahi, serta mengikuti bisikan hati yang mengajaknya menjauhi kebisingan hidup untuk mencapai renungan yang dalam, serta mempersiapkan diri dalam menyambut dan menerima kebenaran ….
Kita tegaskan, bahwa walaupun kedua anak muda itu telah mengambil arah yang berlainan, tetapi tidak satu detik pun hilang dari ingatan Hamzah. Keutamaan shahabat dan keponakannya, yakni keutamaan dan kemuliaan yang mengantarkan pemiliknya kepada kedudukan tinggi di mata manusia umumnya, dan melukiskan secara gamblang masa depannya yang gemilang telah banyak diketahui Hamzah . . . .
Pagi hari itu, seperti biasa Hamzah keluar rumahnya. Di sisi Ka’bah didapatinya se rombongan pembesar dan bangsawan Quraisy, lalu ia pun duduk bersama mereka, mendengarkan apa yang mereka percakapkan. Rupanya mereka sedang membicarakan Muhammad saw
Dan untuk pertama kali Hamzah melihat mereka diliputi rasa gelisah diaebabkan oleh da’wah yang dilakukan oleh keponakannya. Dari ucapan mereka tersembur amarah murka, kebencian dan kedengkian.
Sebelum itu mereka tidak peduli, atau pura-pura tidak peduli dan ambil puling. Tetapi sekarang wajah-wajah mereka mengerikan, menyeringai karena berang dan kecewa serta hendak menerkam. Lama Hamzah tertawa mendengar obrolan mereka. Dituduhnya mereka keterlaluan dan salah tafsir .
Di saat itu Abu Jahal segera menegaskan kepada hadlirin bahwa sebenarnya Hamzah paling tahu akan bahaya ajaran yang diserukan oleh Muhammad saw., hanya ia menganggapnya enteng hingga Quraisy jadi lengah dan lalai. Kemudian nanti datang suatu saat di mana keadaan telah terlambat dan terbukalah baginya bahaya yang dibawa oleh keponakannya itu ….
Demikianlah mereka melanjutkan pembicaraan dalam suasana hiruk pikuk yang tidak luput dari ancaman, sementara Hamzah kadang-kadang turut tertawa dan kadang-kadang menampakkan Wajah murka. Dan ketika pertemuan itu usai dan masing-masing meneruskan acaranya, kepala Hamzah pun dipenuhi fikiran dan perasaan baru, menyebabkan perhatiannya tertuju kepada urusan keponakannya dan mempertimbangkan kembali buruk baiknya….
Hari-hari pun berlalu silih berganti, dan makin lama desas-desus yang disebarkan Quraisy sekitar da’wah Rasul makin memuncak ….kemudian desas-desus itu berubah menjadi hasutan dan komPlotan, sementara Hamzah memperhatikan suasana dari jauh ….
Ketabahan hati keponakannya itu amat mengherankannya, sementara usahanya yang mati-matian membela keimanan dan kelancaran da’wahnya, merupakan suatu hal yang baru bagi kaum Quraisy umumnya, walaupun sebenarnya mereka terkenal gigih keras kepala.
Dan andainya ketika itu keragu-raguan dapat menggoyahkan kepercayaan seseorang tentang kebenaran Rasulullah dan kebesaran jiwanya, tetapi ia takkan menemukan jalan untuk mempengaruhi dan memperdayakan Hamzah. Hamzah adalah orang yang paling kenal siapa Muhammad saw, semenjak masa kanak-kanak hingga waktu mudanya yang tidak bernoda, dan sampai usia dewasanya yang terpercaya.
Ia kenal Muhammad saw. sebagaimana ia kenal akan dirinya, bahkan lebih dari itu lagi. Semenjak mereka lahir ke alam wujud, menjadi remaja dan sama-sama berangkat dewasa, di mana lembaran kehidupan Muhammad saw. terbuka di hadapan matanya suci bersih laksana sinar matahari, tidak satu cacat pun dilihatnya pada lembaran itu … !
Tidak sekali pun dilihatnya ia marah atau naik darah, kecewa atau putus asa , apalagi menampakkan ketamakan dan keserakahan, berolok-olok atau berbuat hal yang sia-sia.
Dan Hamzah bukan saja seorang yang menikmati kekuatan jasmaniah belaka, tetapi ia dikaruniai pula kekuatan kemauan dan ketajaman akal fikiran. Dari itu tidak wajar bila ia ketinggalan dan tak ingin mengikuti orang yang diketahuinya betul-betul jujur dan dapat dipercaya. Hanya hal itu dipendamnya dalam hati, menunggu saat yang tepat untuk membukakannya, yang waktunya telah dekat dan tidak akan menunggu lama ….
Dan hari yang ditunggu-tunggu itu pun datanglah …. Hamzah keluar dari rumahnya menjinjing busur dan menujukan langkahnya ke arah padang belantara untuk melatih kegemaran dan melakukan olah raga yang amat disukainya yaitu berburu. Ia amat mahir dalam hal ini.
Ada kira-kira setengah hari ia menghabiakan waktunya di sana, dan ketika kembali dari perburuannya ia langsung pergi ke Ka’bah untuk thawaf seperti biasa sebelum pulang ke rumahnya. Setibanya dekat Ka’bah ia ditemui oleh seorang pelayan wanita Abdullah bin Jud’an. Dan demi dilihatnya Hamzah telah dekat, berkatalah pelayan itu kepadanya: “Wahai Abu Umarah, seandainya anda melihat apa yang dialami oleh keponakan anda Muhammad saw. baru-baru ini . . . . ! Abul Hakam bin Hiayam, ketika mendapatkan Muhammad saw. sedang duduk di sana, disakiti dan dimakinya, hingga mengalami hal-hal yang tidak diinginkan … !”
Lalu dilanjutkannya cerita mengenai perlakuan Abu Jahal kepada Rasulullah ….
Hamzah mendengarkan perkataannya dengan baik, kemudian ia menundukkan kepalanya sejenak, lalu membawa busur panahnya dan menyandangkan ke bahunya. Setelah itu dengan langkah cepat tetapi tegap ia pergi menuju Ka’bah dan berharap akan bertemu dengan Abu Jahal di sana …. Dan jika tidak ditemuinya, maka pencarian akan dilakukannya di mana pun juga sampai berhasil … .
– Tetapi belum lagi sampai di Ka’bah, kelihatan olehnya Abu Jahal di pekarangannya sedang dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Maka dalam ketenangan yang mencekam, Hamzah maju mendapatkan Abu Jahal lalu melepaskan busurnya dan memukulkannya ke kepala Abu Jahal hingga luka dan mengeluarkan darah. Dan sebelum orang-orang itu menyadari apa Yang terjadi, Hamzah pun membentak Abu Jahal, katanya:
“Kenapa kamu cela dan kamu maki Muhammad saw., padahal aku telah menganut Agamanya dan mengatakan apa yang dikatakannva ? Nah, cobalah ulangi kembali makianmu itu kepadaku jika kamu berani!”
Dalam sekejap waktu orang-orang yang berada di sana lupa akan penghinaan yang baru menimpa pemimpin mereka dan darah yang mengalir dari kepalanya, terpesona oleh kata-kata Yang keluar dari mulut Hamzah yang tak ubah bagai bunyi halilintar di siang bolong . . . , yaitu kata-kata yang diucapkannya untuk menyatakan bahwa ia telah menganut Agama Muhammad saw., mengakui apa yang diakuinya dan mengatakan apa yang dikatakannya ….
Apa, apakah Hamzah telah masuk Ialam … ?
Dan …. seorang anak muda Quraisy yang paling gigih membela haknya serta yang paling mulia … ! Sungguh suatu bencana besar yang tak dapat diatasi oleh bangsa Quraisy Keislaman Hamzah akan menarik perhatian tokoh-tokoh pilihan untuk sama-sama memasuki Agama itu, hingga Muhammad saw. akan beroleh tenaga dan kekuatan yang akan membela da’wah dan memperkokoh barisannya, dan di suatu saat nanti orang-orang Quraisy akan bangun dan sadarkan diri, karena mendengar bunyi linggis dan tembilang yang menghancurleburkan berhala-berhala dan tuhan-tuhan mereka … !
Memang tidak salah . . .! Hamzah telah masuk Ialam, dan di hadapan umum telah dikeluarkan simpanan hatinya selama ini, dan ditinggalkannya orang banyak itu merenungi kekecewaan dan kegagalan harapan mereka, dan dibiarkannya Abu Jahal menjilat darah yang mengucur dari kepalanya yang luka. Hamzah kembali memungut busur dengan tangan kanannya, dan menggantungkannya di bahu, lalu dengan langkah yang tegap dan hati Yang pekat pergi pulang ke rumahnya ….
Hamzah adalah seorang yang berfikiran cerdas dan berpendirian keras ….
Ketika ia telah pulang ke rumahnya dan hilang rasa lelahnya duduklah ia, dan membawa dirinya berfikir serta merenungkan periatiwa yang baru Saja dialaminya ….
Bagaimana cara ia menyatakan keislamannya … dan kapan …. ? Ia telah menyatakannya dalam saat emosi dan tersinggung, saat amarah dan naik darah …. Ia tak sudi bila keponakannya diperlakukan secara sewenang-wenang dan dianiaya tanpa adanya pembela! Oleh sebab itulah ia jadi murka dan tampil membela Muhammad saw. serta kehormatan Bani Hasyim, maka dipukulnya kepala Abu Jahal sampai luka, dan diteriakkan ke mukanya bahwa ia telah beragama Ialam . . . .
Tetapi, apakah merupakan cara terbaik bagi seseorang untuk meninggalkan agama nenek moyang dan kaumnya, agama yang telah mereka anut semenjak beribu tahun dan berabad-abad … ? Lalu ia langsung menerima Agama baru yang belum lagi diselidiki ajarannya dan belum dikenal hakikatnya kecuali sekelumit kecil
Benar, ia tidak sedikit pun ragu tentang kebenaran Muhammad saw. dan ketulusan maksudnya. Tetapi mungkinkah seseorang menerima satu Agama baru berikut segala kewajiban dan tanggung jawabnya di saat marah dan naik darah sebagai yang dilakukan oleh Hamzah sekarang ini?
Memang dalam dadanya terpendam niat untuk menghormati da’wah baru yang panji-panjinya dipikul oleh keponakannya. Hanya seandainya ia telah ditaqdirkan akan menjadi salah seorang pengikut dari da’wah ini, yang beriman dan menyediakan diri untuk menjadi pembantu dan pembelanya, maka apabilakah sebenarnya waktu yang tepat untuk memasukinya … ? Apakah di saat berang dan tersinggung ataukah setelah berfikir dan merenung … ?
Demikianlah kelugasan pendirian dan kemurnian berfikir mengharuskannya untuk membawa semua masalah ini kembali ke batu ujian dan neraca pertimbangan. Mulailah ia berfikir dan hari-hari berlalu . . . , Siang hatinya tak pernah tenteram dan malam matanya tak pernah terpejam ….
Dan anehnya ketika kita berusaha mencari kebenaran dengan perantaraan akal, maka kebimbangan pun tampil ke depan sebagai penghalang …. Demikianlah, demi Hamzah menggunakan akalnya untuk membahas masalah Agama Ialam dan membanding-bandingkan yang lama dengan yang baru, timbullah keraguan dalam dirinya yang dibangkitkan oleh kerinduan yang telah mendarah daging terhadap agama nenek moyangnya, dan kecemasan yang telah jadi pusaka turun-temurun terhadap segala hal yang baru ….
Bangkitlah semua kenangannya mengenai Ka’bah berikut tuhan-tuhan dan berhala-berhalanya, begitupun tentang pengaruh keagamaan yang telah ditanamkan oleh patung-patung pahatan itu terhadap semua penduduk Mekah dan bangsa Quraisy umumnya . . . , hingga memisahkan diri dari sejarah tersebut dan meninggalkan agama lama yang telah berurat-akar ini, tak ubah bagai hendak melompati jurang yang lebar ….
Timbullah keheranannya mengapa orang demikian mudah dan tergesa-gesa mau meninggalkan agama nenek moyangnya . . . . Maka rnenyesallah ia atas apa yang telah dilakukannya, hanya perjalanan akal tetap diteruskan dan tidak dihentikannya ….
Dan tatkala dirasakan bahwa akal fikiran semata tidak berdaya, maka dengan ikhlas dan tulus hati, ia pun pergi berlindung kepada yang ghaib. Di sisi Ka’bah, sambil wajahnya menengadah ke langit, dan dengan minta pertolongan kepada segala kudrat dan nur yang terdapat di alam wujud ini, ia memohon dan berdo’a agar beroleh petunjuk kepada yang haq dan jalan yang lurus.
Dan marilah kita dengar ceritanya ketika mengisahkan berita selanjutnya, katanya:
, .. . . Kemudian timbullah sesal dalam hatiku karena meninggalkan agama nenek moyang dan kaumku . . . dan aku pun diliputi kebingungan hingga mata tak hendak tidur… . Lalu pergilah aku ke Ka’bah, dan memohon kepada Allah agar membukakan hatiku untuk menerima kebenaran dan melenyapkan segala keraguan. Maka Allah pun mengabulkan permohonanku itu dan memenuhi hatiku dengan keyakinan . . . . Aku pun segera menemui Rasulullah saw., dan memaparkan keadaanku padanya, maka dido’akannya kepada Allah agar ditetapkan-Nya hatiku dalam Agamanya . . . .
Demikianlah Hamzah menganut Islam secara yakin ….
Allah menguatkan Agama Ialam dengan Hamzah, dan sebagai batu karang yang kukuh menjulang ia membela Rasulullah dan shahabat-shahabatnya yang lemah . . . . Abu Jahal melihat Hamzah berdiri dalam barisan Kaum Muslimin, maka menurut keyakinannya perang sudah tak dapat dielakkan lagi. Oleh sebab itu dihasutnyalah orang-orang Quraisy untuk melakukan kekerasan terhadap Rasulullah dan para shahabat, dan ia terns mempersiapkan diri untuk melancarkan perang saudara yang akan dapat memuaskan haus dahaga, melipur rasa dendam dan sakit hatinya.
Memang, tentu saja Hamzah tak dapat membendung segala siksaan mereka, tetapi keialamannya seolah-olah menjadi benteng dan periaai, di samping menjadi days penarik bagi kebanyakan kabilah Arab, — apalagi setelah diikuti pula dengan masuk Ialamnya Umar bin Khatthab — untuk mengikuti langkahnya, hingga mereka pun memasukinya dengan berduyun-duyun ….
Dan semenjak masuk Ialam, Hamzah telah bernadzar akan membaktikan segala keperwiraan, kesehatan bahkan hidup matinya untuk Allah dan Agama-Nya, hingga Nabi saw. berkenan memasangkan pada dirinya julukan iatimewa ini: “Singa Allah dan singa Rasul-Nya “.